KPK Sebut Partai Politik Berbeda dengan Korporasi

Wakil Ketua KPK menyarankan setiap partai politik mencari sumber dana yang bisa dipertanggungjawabkan untuk pembiayaan operasional.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Sep 2018, 06:40 WIB
Wakil Pimpinan KPK Saut Situmorang saat menunjukkan barang bukti uang hasil OTT Bandung Barat di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4). KPK menyita uang sebesar Rp 435 juta. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan, partai politik berbeda dengan organisasi korporasi. Menurut dia, organisasi korporasi memiliki tujuan dan maksud untuk mencari keuntungan. Sementara, partai politik tidak untuk mencari keuntungan.

"Organisasi politiknya bukan perusahaan yang cari untung. Berbeda cara memandangnya," kata Saut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/9/2018).

KPK akan mempelajari terlebih dahulu apakah partai politik bisa disebut sebagai seperti organisasi korporasi.

"(Tapi partai politik) kan bukan cari untung organisasi ini. Kalau beberapa perusahaan kan yang dapat sesuatu, kita minta mereka untuk mengembalikan. Ini (partai politik) kan bukan perusahaan cari untung, ini sesuatu yang berbeda," ujarnya.

Saut menyarankan setiap partai politik mencari sumber dana yang bisa dipertanggungjawabkan untuk pembiayaan operasional. Termasuk, menerapkan sistem kaderisasi yang berintegritas.

"Makanya pesannya adalah buat kita kenapa KPK selalu merekomendasikan 5 hal itu. Di-list yang namanya dana parpol, kaderisasi, kemudian etiknya mereka. Lalu bagaimana mereka melakukan seleksi dan selanjutnya, itu kan rekomendasi kita," tambahnya.

"Kalau misalnya rekomendasi itu tidak jalan, kemudian membawa-bawa organisasinya ke tempat yang transaksional, KPK sekali lagi harus bisa membuktikan hal itu," tandas Saut.

 


Kasus Golkar

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan Partai Golkar bisa dijerat sebagai tersangka dengan pidana korporasi dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1. Penetapan tersangka tersebut dapat dilakukan KPK, apabila Partai Golkar terbukti menerima uang suap dari proyek tersebut.

"Kalau itu bisa kita buktikan (ada dugaan aliran dana), itu bisa (jadi tersangka korporasi), tapi sampai sekarang belum," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Senin, 3 September 2018.

Dia mengatakan, penetapan Golkar yang merupakan sebuah organisasi berbadan hukum, bisa dilakukan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

Dalam kasus ini, diduga sebagian uang suap yang diterima mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih mengalir ke Golkar untuk keperluan Munaslub. Basaria mengatakan, pihaknya masih terus mengumpulkan sejumlah bukti terkait dengan pengakuan Eni tersebut.

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya