Menko Darmin Akui Situasi Saat Ini Sulit Tarik Investasi

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution menyadari sulitnya untuk stabilkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

oleh Merdeka.com diperbarui 05 Sep 2018, 20:49 WIB
Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia. Liputan6.com/Tommy Kurnia

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution menyadari sulitnya untuk stabilkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

Apalagi saat ini, kata dia beberapa investasi modal dan keuangan masih sangat sedikit bagi penerimaan negara.

"Sesungguhnya persoalan yang kita hadapi sekarang ini bukan hanya karena impornya pulih dan bergerak lebih cepat dibanding ekspor. Tetapi juga kelemahan lain situasi sekarang sangat sulit mengundang investasi langsung ataupun portofolio," kata Darmin dalam konferesi pers yang digelar di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (5/9/2018).

Dari data Kementerian Keuangan menunjukan tercatat jumlah investasi langsung pada kuartal I 2018 sebesar 2,9 persen, sementara di kuartal dua menurun menjadi 2,5 persen. Sementara itu, untuk investasi portofolio pada kuartal I 2018 tercatat -1,2 persen, kemudian naik sedikit di kuartal II 2018 menjadi 0,1 persen.

"Di neraca pembayaran itu ada transaksi berjalan dan bisa diimbangi oleh neraca moneter atau neraca keuangan plus neraca modal. Kalau ini bisa defisit ditutup oleh surplus lain tidak jadi masalah," kata Darmin.

Diketahui, Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat sebesar USD 8 miliar. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I-2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan untuk menstabilkan kembali defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yaitu dengan kinerja ekpor dan investasi dalam negeri harus lebih digalakan kembali. Sebab, CAD saat ini sudah mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Perlu juga saya ingatkan kepada kita semua, dua hal penting yakni ekspor dan investasi ini akan menguatkan ekonomi kita," kata Jokowi.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Ini Penyebab Rupiah Tak Bertahan Hadapi Sentimen Global

Petugas menunjukkan pecahan uang dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (5/9). Nilai tukar Rupiah di pasar spot menguat tipis 0,06 persen ke Rp 14.926 per dollar Amerika. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution membeberkan kelemahan ekonomi Indonesia saat ini.

Mantan Gubernur Bank Indonesia, tersebut mengungkapkan ekonomi Indonesia tengah terbelit masalah defisit transaksi berjalan atau Current Account Defisit (CAD) yang semakin membengkak.

Sebagai informasi, CAD saat ini sudah mencapai tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tercatat sebesar USD 8 miliar. 

Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya sebesar 1,96 persen. Kemudian juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I 2018 yang hanya sebesar 2,2 persen dari PDB atau USD 5,5 miliar.

Sementara itu, sepanjang  2017, Indonesia mengalami defisit neraca transaksi berjalan sebesar 1,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2017.

Sedangkan negara berkembang lainnya yang mengalami defisit, antara lain Argentina defisit 4,8 persen, India defisit 1,9 persen, Brazil defisit 0,48 persen, Filipina defisit 0,8 persen, Turki defisit 5,5 persen, dan Afrika Selatan defisit 2,5 persen. 

"Kelemahan kita transaksi berjalan, ekspor kita memang tidak tumbuh secepat impor kita, pada waktu ekonomi pelan-pelan pulih, impor kita meningkat lebih cepat dari ekspor, 90 persen bahan baku dan modal, 10 persen barang konsumsi," kata Menko Darmin di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 5 September 2018.

Darmin mengungkapkan, ekonomi RI saat ini juga memiliki kelemahan lain yaitu devisa hasil ekspor (DHE) yang tidak kembali ke Tanah Air. "Kelemahan lain, ekonomi kita, valuta asing (valas) yang masuk dari ekspor tidak semuanya masuk," ujar dia.

Dia mengungkapkan, angka saat ini  menunjukkan sekitar 85 persen DHE dari ekspor masuk. "Yang tidak ditukar ke rupiah malah banyak sekali, dari 85 persen yang masuk hanya 6 bulan yang sama ditukarkan ke rupiah paling-paling sekitar 15 persen," ujar dia.

Kondisi tersebut, membuat ketahanan nilai tukar rupiah menurun sebab persediaan dolar AS berkurang. "Sehingga dalam gejolak sekarang kita menghadapi permintaan terhadap dolar naik kemudian ketersediaan dolar tidak bisa mengejar dengan baik," ujar dia.

Selain kelemahan, ekonomi RI juga memiliki kabar baik yaitu membaiknya iklim investasi. Namun, kondisi tersebut belum ditopang dengan membaiknya ekspor. Ekspor Indonesia saat ini masih lambat dan jauh di bawah impor.

"Investasi sudah cukup baik tapi dalam pertumbuhan ekspor kita cukup lambat. Maka tekanan kepada kita itu relatif tinggi,” tutur dia.

Kondisi ini yang membuat Indonesia tidak setangguh negara tetangga di saat kondisi ekonomi bergejolak seperti sekarang.

"Seandainya ekspor kita cukup baik pertumbuhannya dan transaksi berjalan kita tak memburuk itu pasti tekanan kepada kita sama saja dengan tekanan kepada negara-negara sekitar kita. Kita lebih lambat pertumbuhan ekspornya maka tekanan ke kita lebih berat dibanding Thailand dan Malaysia. Tapi kita sama dengan India dan Filipina,” kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya