Dolar Perkasa, Suzuki Pilih Tahan Harga Motornya

Menanggapi hal ini, Banggas F. S. Pardede Marketing 2W Section Head Suzuki Indomobil Sales tak menampik akan ada pengaruh terhadap penjualan sepeda motor Suzuki dari menguatnya nilai dolar tersebut.

oleh Septian Pamungkas diperbarui 06 Sep 2018, 17:32 WIB
Suzuki GSX 150 Bandit. (Septian/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Dolar Amerika Serikat yang menguat atas rupiah menjadi sorotan akhir-akhir ini. Banyak yang mengkhawatirkan situasi ini dapat pengganggu perekonomian nasional.

Menanggapi hal ini, Banggas F. S. Pardede Marketing 2W Section Head Suzuki Indomobil Sales tak menampik akan ada pengaruh terhadap penjualan sepeda motor Suzuki dari menguatnya nilai mata uang Negeri Paman Sam tersebut.

"Pasti ada pengaruh, sekira 1 sampai 2 persen," katanya di bilangan Cilandak, Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Meski harga dolar berpotensi mengganggu laju penjualan, Suzuki mengaku belum akan melakukan koreksi harga jual produk-produknya dalam waktu dekat.

"Kami belum berencana untuk menaikkan harga sampai akhir tahun ini," kata Banggas.

Sebagai informasi, Suzuki siap menggenjot pejualan mereka di pasar nasional dengan mempersiapkan produk terbaru yakni Suzuki GSX150 Bandit yang direncanakan rilis akhir bulan ini. Pabrikan berlambang huruf 'S' tersebut berharap model baru ini dapat membantu mendongkrak penjualan.


Strategi Hyundai Hadapi Lesunya Pasar Otomotif

Hyundai sepertinya tengah menghadapi krisis penjualan di pasar terbesar dunia, Cina. Bahkan, pabrikan asal Korea Selatan ini, berencana untuk mengalihkan kapasitas produksinya, dengan mengekspor mobil Hyundai yang diproduksi di Negeri Tirai Bambu menuju Asia Tenggara.

Mengutip Reuters, Selasa (4/9/2018), Hyundai dan Kia sejatinya pernah menguasai pasar Cina. Bahkan, dua pabrikan Negeri Gingseng ini mampu tembus tiga besar penjualan tertinggi di Cina. Namun, saat terjadi perselisihan diplomatik antara Korea Selatan Cina, konsumen tidak lagi tertarik dengan mobil Hyundai atau Kia.

Mengutip The Newswire, meskipun hubungan diplomatik kedua negara sudah normal, tidak serta merta mengembalikan pasar Hyundai dan Kia. Penjualan Hyundai pada Juli 2018 turun 40 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, penjualan Hyundai sebelum hubungan diplomatik memanas (Januari-Juli) bahkan naik 17 persen, dengan pangsa pasar Hyundai-Kia sebesar 8,1 persen, hingga 4,1 persen saat ini.

Membangun semua pabrik perakitan di Cina memang beresiko, dan Hyundai mulai melihat pasar Asia Tenggara untuk melakukan diversifikasi. Basis ASEAN sejatinya sudah dikuasai raksasa otomotif Jepang, seperti Toyota, Honda, Nissan, dan lainnya.


Selanjutnya

"Pemulihan Cina akan memakan waktu. Hyundai membutuhkan rencana untuk bertahan hidup. Hyundai sedang mempertimbangkan ekspor kendaraan buatan Cina ke pasar negara berkembang seperti Asia Tenggara, dan Eropa juga bisa menjadi pertimbangan," ujar salah seorang sumber Hyundai.

Rencana ini sendiri memang belum selesai. Fokus utama Hyundai saat ini untuk terus berkembang di pasar Cina, namun juga mempertimbangkan berbagai opsi yang mungkin bisa dijalankan, termasuk melakukan ekspor mobil yang diproduksi di Cina.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya