Atasi Impor Minyak Tinggi, Sri Mulyani Sebut RI Harus Contoh Islandia

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, berharap Indonesia dapat melepas ketergantungan terhadap impor minyak.

oleh Merdeka.com diperbarui 06 Sep 2018, 17:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto:Merdeka.com/Yayu Agustini R)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut ketergantungan tinggi atas impor minyak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan defisit neraca pembayaran Indonesia.

Oleh karena itu, dirinya meminta Indonesia dapat mencontoh Islandia untuk memanfaatkan sumber energi terbarukan.

"Sejak 1990, Islandia benar-benar bergantung pada energi berbasis minyak bumi. Sehingga setiap kali kebutuhan meningkat, mereka impor banyak," kata Sri Mulyani saat memberikan sambutan di acara Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2018, di JCC Senyan, Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Namun, di tengah kondisi ketergantungan tersebut Islandia mampu keluar dan membuat kebijakan baru untuk menghentikan penggunaan minyak sebagai energi di pembangkit.

"Mereka (Islandia) hentikan semua pembangkit dengan bahan bakar minyak dan sepenuhnya jadi bergantung pada panas bumi. Mengingat mereka miliki potensi besar," imbuh Sri Mulyani.

Dengan demikian, Sri Mulyani berharap, Indonesia yang juga sebagai importir minyak harus benar-benar mengubah strategi. Tentu saja hal ini guna melepas ketergantungan terhadap impor minyak.

Diketahui, pemerintah secara resmi telah meluncurkan perluasan penggunaan B20 yakni pencampuran minyak nabati pada solar nonsubsidi sebesar 20 persen pada 1 September kemarin.

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, perluasan B20 ini dilakukan untuk mendorong ekspor dan memperlambat impor dalam rangka menyehatkan neraca pembayaran.

Jadi,ke depan langkah ini diharapkan dapat menghilangkan defisit neraca perdagangan dan mengurangi defisit transaksi berjalan.

"Kebijakan yang kita anggap dapat cepat menghasilkan tidak menunggu investasi yakni salah satunya B20. Karena begitu kita mulai dampaknya nomor satu adalah penghematan devisa dan karena soalnya itu dicampur CPO berarti berkurang kebutuhan solarnya. Kemudian kita tahu bahwa produksi dan stok CPO tinggi," ujar Darmin.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Pemerintah Diminta Gencarkan Sosialisasi Manfaat Penggunaan B20

Peluncuran penerapan Biodiesel 20 persen (Foto:Liputan6.com/Ilyas I)

Sebelumnya, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) resmi menyalurkan campuran sawit ke solar atau B20 di berbagai SPBU pada 1 September 2018. Sehingga semua kendaraan yang berbahan bakar Solar, bisa menggunakan B20.

Dalam rangka memaksimalkan penggunaan B20 di kalangan masyarakat, pemerintah diminta lebih gencar melakukan sosialisasi mengenai manfaat dan arti penting penggunaan B20 tersebut.

"Khusus untuk B20, pemerintah harus lebih intens lagi berkomunikasi dengan para konsumennya. Mengingat beberapa konsumen utama, seperti Organda, masih meragukan kredibilitas dan kualitas dari B20 tersebut," kata Direktur Eksekutif Economic Action (ECONACT) Indonesia Ronny P Sasmita kepada Liputan6.com, Sabtu 1 September 2018.

Menurut Ronny, upaya mengurangi impor BBM dengan substitusi BBM berupa B20 harus dilakukan secara matang, bukan sekedar kebijakan reaktif.

Jadi harus berorientasi jangka panjang untuk menyeimbangkan neraca dagang RI saat ini. "Bahkan harus diikuti dengan langkah strategis untuk menggenjot ekspor," tegasnya.

Mengenai siapa saja yang harus menggunakan B20 ini, Ronny berpendapat pemerintah tidak bisa mewajibkannya. Karena keputusan penggunaannya tetap menjadi hak para konsumen itu sendiri.

Yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan mengurangi supply BBM jenis awal dan menambah supply B20.

"Lalu melakukan campaign dan sosialisasi yang etis, dengan pesan utama untuk memperbaiki kondisi perekonomian nasional alias nasionalisme ekonomi," pungkas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya