Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memastikan, pembangunan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) tidak akan terganggu. Ini seiring rencana pemerintah menunda pengoperasian pembangkit sebesar 15.200 Mega Watt (MW).
Dia mengatakan, pengoperasian pembangkit sebesar 15.200 MW yang ditunda merupakan bagian dari program 35 ribu MW.
Advertisement
"Pergeseran jadwal operasi tidak mengubah proram pembangkit EBT," kata Jonan, saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Pembangkit berbasis EBT tidak akan terpengaruh rencana penundaan operasi. Pemerintah ingin mengejar target porsi EBT dalam bauran energi sebesar 23 persen pada 2025. "Kita mau mengejar bauran energi di 2025," ungkap dia.
Pemerintah berencana mengevaluasi operasi pembangkit listrik bagian dari 35 ribu MW. Hal ini untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan konsumsi listrik dan mengurangi pengadaan barang yang berasal dari impor.
Proyek pembangkit yang ditunda pengoperasianya diantaranya yang belum menyelesaikan sumber pendanaan atau financial close.
Kementerian ESDM Tunda Proyek Pembangkit Listrik 15,2 Giga Watt
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menunda pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 15,2 giga watt (GW). Langkah ini dalam rangka menekan impor komponen di sektor energi.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, proyek pembangkit listrik 15,2 GW tersebut merupakan bagian dari megaproyek 35 ribu MW. Proyek-proyek yang digeser waktu pelaksanaannya merupakan proyek yang belum mendapatkan pendanaan untuk pembangunannya.
"Proyek listrik ini dari 35 ribu MW yang belum financial close dan sudah digeser ke tahun berikutnya itu mencapai 15,2 GW. Ini memang sebelumnya 15,2 GW diharapkan selesai di 2018. Sekarang ditunda, ada yang sampai 2021, ada yang sampai 2026. Tapi bukan dibatalkan," ujar dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Dia menjelaskan nilai investasi dari proyek-proyek yang ditunda tersebut mencapai USD 25 miliar. Namun demikian, dengan adanya penundaan ini diharapkan dapat menekan beban impor, khususnya ditengah pelemahan rupiah seperti sat ini.
"Dengan pergeseran ini tentu tekanan untuk pengadaan untuk barang impor berkurang. Biasanya TKDN-nya itu 20 persen-40 persen. Ada sih yang 50 persen. Investasinya USD 24 miliar-USD 25 miliar. Kapasitas pembangkit yang ditunda secara total yang COD-nya harusnya 2019 mungkin bisa kurangi beban impor kira-kira sampai USD 8 miliar-USD 10 miliar," jelas dia.
Advertisement