Industri Kecil Minta Penyederhanaan Cukai Rokok Konsisten Berlaku

Pengusaha ingin ini tetap diberlakukan sesuai tahapan karena sudah mempertimbangkan aspek keadilan dan perlindungan terhadap perusahaan rokok kecil.

oleh Merdeka.com diperbarui 06 Sep 2018, 18:44 WIB
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Industri hasil tembakau (IHT) kecil berharap pemerintah tetap memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 146 tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Pengusaha ingin ini tetap diberlakukan sesuai tahapan karena sudah mempertimbangkan aspek keadilan dan perlindungan terhadap perusahaan rokok kecil.

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan PMK Nomor 146/2017 sudah tepat dari aspek persaingan usaha yang adil antara perusahaan rokok besar-menengah dan kecil.

“PMK No. 146/2017 itu sudah tepat bagi keberlangsungan usaha IHT kecil,” ujar dia, Kamis (6/9/2018).

Dia menilai pemberlakuan PMK Nomor 146/2017 tidak akan mematikan IHT kecil. Terutama pada Bab II pasal 3 tentang kumulasi jumlah produksi sigaret putih mesin (SPM) dengan sigaret kretek mesin (SKM).

Dia meyakinkan, pelaku produsen SPM sebenarnya tidak ada IHT menengah dan kecil. Pelaku SPM semuanya IHT besar. Semua perusahaan rokok yang memproduksi SPM juga memproduksi SKM dan masuk golongan I.

Dengan begitu, jika tidak dikumulasikan antara produksi SKM dan SPM justru menjadi pertanyaan dari aspek keadilannya karena berarti perusahaan rokok besar menikmati tarif yang lebih murah karena SPM yang mereka produksi masuk golongan II.

Karena itulah, kata Heri, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Ditjen Bea dan Cukai dituntut konsisten dalam menerapkan ketentuan yang telah dibuat.

PMK 146/2017, sudah sesuai dengan roadmap IHT. Karena itulah, jika penundaan, apalagi pembatalan terhadap sebagian bab dan pasal dalam PMK tersbeut, maka berarti suatu kemunduran dalam menjalankan roadmap IHT.

Menurut Heri, perusahaan rokok yang bersikukuh menolak kumulasi SPM dengan SKM sebenarnya melakukan praktik yang tidak tepat, karena mereka sebenarnya tergolong perusahaan rokok besar.

“PMK tersebut merupakan bagian dari program simplifikasi tarif cukai yang berkeadilan. Karena itulah, kami sebagai pelaku IHT kecil, jelas mendukungnya,” ujarnya.

Namun, dia mengingatkan, untuk produk IHT yang tidak tergantikan, yakni sigaret kretek tangan (SKT), maka pengembangan produksinya perlu didorong dengan berbagai kebijakan kemudahan dan pemberian stimulus tarif cukai sehingga memberikan ruang gerak yang lebih luas.

Apalagi trennya, konsumsi SKT terus menurun, kalah bersaing dengan SKM dan SPM. Padahal dari sisi sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja, SKT banyak menyerap tenaga kerja sehingga membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran.

Reporter: Idris Rusadi Putra

Sumber: Merdeka.com


Aturan Penyederhanaan Cukai Rokok Sri Mulyani Tuai Dukungan

Ilustrasi cukai rokok. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kebijakan penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai rokok yang digagas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuai dukungan. Kebijakan ini tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

"Kementerian Keuangan, dalam menyederhanakan struktur tarif cukai rokok yang dimuat dalam PMK, sudah sangat tepat. Dengan penyederhanaan tersebut, persaingan di industri lebih sehat," kata Ketua Badan Anggaran DPR Azis Syamsudin, Selasa (4/9/2018).

Azis melanjutkan, kebijakan simplifikasi ini akan memisahkan persaingan antara pabrikan besar dan pabrikan kecil. Sebelum adanya kebijakan ini, pabrikan besar kerap membayar tarif cukai di golongan rendah. Hal ini membuat pabrikan kecil semakin tertekan lantaran kalah bersaing.

"Ini artinya menciptakan iklim persaingan yang adil. Pemerintah harus didukung dan diharapkan akan tetap konsisten dalam pelaksanaannya," ujar Azis.

Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo juga memberikan dukungan kepada Kementerian Keuangan. Kebijakan simplifikasi, akan menjaga kelangsungan pabrikan kecil di industri rokok.

"Kalau begini, bukan mematikan pabrikan kecil, tapi justru melindungi. Yang terjadi sebelum ini kan beberapa perusahaan besar berlindung dan menikmati tarif cukai rendah," tegasnya.

Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Sunaryo, menambahkan Kemenkeu membuat kebijakan simplifikasi memang untuk menciptakan keadilan di industri rokok.

Dengan strata yang lebih sederhana, akan menutup potensi kecurangan di industri rokok. "Makanya salah satu cara dengan membuat simplifikasi," ucap Sunaryo.

Reporter: Idris Rusadi Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya