Spekulan Diingatkan Tak Manfaatkan Pelemahan Rupiah

Pada saat seperti ini semua pihak harus bergandengan tangan menghadapi persoalan melemahnya rupiah.

oleh Nurmayanti diperbarui 06 Sep 2018, 19:46 WIB
Nilai tukar Rupiah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ketua DPR Bambang Soesatyo mengharapkan tidak ada pihak yang menarik keuntungan dengan memanfaatkan merorotnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD).

Pada saat-saat seperti ini justru semua pihak harus bergandengan tangan menghadapi persoalan ketimbang memanfaatkan kesempatan untuk mengeruk untung di tengah kesusahan.

“Inilah saatnya kita tunjukan kepedulian kita pada negara dan bergandengan tangan untuk mengatasi pelemahan rupiah. Jauhkan dari sikap mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan mengambil untung di tengah-tengah kesulitan bangsa,” ujar Bambang, Kamis (6/9/2018).

Bahkan, Bamsoet -panggilan akrab Bambang Soesatyo- meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bertindak tegas terhadap spekulan dolar.

“Ungkap jaringan spekulan dolar dan persempit ruang geraknya guna mencegah terjadinya krisis keuangan,” katanya.

Di sisi lain, dia mengharapkan masyarakat tetap tenang dan menghindari kepanikan. “Percayalah, pemerintah tidak tinggal diam,” tuturnya.

Menurutnya, depresiasi kurs tidak hanya terjadi pada rupiah. Sebab, negara lain seperti Turki, Argentina dan Afrika Selatan juga menghadapi persoalan serupa.

Dia juga mendorong kalangan pengusaha terutama Kamar Dagang dan industri (KADIN) untuk ikut mencari solusi atas penguatan USD yang sudah jadi persoalan global.

Selain itu, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia diminta kreatif dan inovatif dalam merumuskan kebijakan untuk mengatasi pelemahan rupiah.

Sebagai contoh, Kemenkeu sebagai otoritas kebijakan fiskal bisa mengakselerasi APBN semaksimal mungkin. “Karena saat ini APBN merupakan sumber penting dalam memutar ekonomi nasional,” ujarnya.

Menurut Bamsoet, hal yang perlu didorong pada saat-saat sulit seperti ini adalah memudahkan akses perbankan. BI sebagai otoritas moneter bisa melonggarkan aturan dalam pemberian kredit.

“Terutama kebijakan kredit tanpa jaminan harus diperluas untuk sektor-sektor produktif usaha kecil menengah rakyat,” cetusnya.

Hal yang juga jadi perhatian Bamsoet adalah upaya mempertahankan daya beli masyarakat. Menurutnya, pemerintah bisa memperluas program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai instrumen penyangga daya beli rakyat.

“Karena daya beli masyarakat tergerus oleh menurunnya penerimaan rumah tangga, sementara harga-harga kebutuhan pokok terus melonjak,” ujarnya.

Legislator Golkar itu juga mendorong pemerintah mempercepat proyek-proyek padat karya. Harapannya, program padat karya akan menyerap banyak lapangan kerja.

Saran terakhir Bamsoet adalah memberikan insentif atau pengurangan pajak atas barang-barang dan produk tertentu. “Agar Indonesia bisa menjadi surga belanja bagi turis-turis mancanegara,” pungkasnya.


Rupiah Menguat

Nilai tukar Rupiah.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mampu menguat kembali pada perdagangan Kamis pekan ini setelah dari awal pekan terus tertekan. Penguatan rupiah ini menyusul pertanyaan dari salah satu pejabat Bank Sentral AS  atau the Federal Reserve (the Fed).

Mengutip Bloomberg, Kamis (6/9/2018), rupiah dibuka di angka 14.875 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.938 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah masih berada di kisaran 14.875 hingga 14.890 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,85 persen.

Adapun berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok 14.891 per dolar AS, menguat jika dibanding dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.927 per dolar AS.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan, mata uang dolar AS bergerak melemah terhadap beberapa mata uang dunia seperti euro dan pound sterling menyusul pernyataan Presiden The Fed St Louis James Bullard bahwa The Fed harus menghentikan kenaikan tingkat suku bunga.

"Risiko perang dagang dan data ekonomi yang belum cukup kuat menjadi salah satu alasan bagi pejabat The Fed itu untuk menghentikan kenaikan suku bunga," paparnya seperti dikutip dari Antara

Di tengah situasi itu, mata uang rupiah diuntungkan. Namun, masih adanya risiko yang tinggi bagi mata uang negara-negara berkembang akibat krisis keuangan yang terjadi Argentina, Turki, dan Afrika Selatan dapat menahan apresiasi rupiah.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya