OSO: Jangan Manfaatkan Isu Dolar Naik untuk Memojokkan Pemerintah

Oso meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan melemahnya nilai tukar rupiah.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Sep 2018, 20:27 WIB
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Oesman Sapta Odang menjadi pembicara dalam Kuliah Kebangsaan Universitas Riau, PekanBaru, Riau, Rabu (8/5). Kuliah Kebangsaan Universitas Riau ini bertema "Merawat Indonesia dengan 4 Pilar Kebangsaan". (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta meminta agar tidak ada pihak yang menyeret isu kenaikan dolar Amerika Serikat (AS) ke ranah politik. Oesman menilai kenaikan dolar AS merupakan siklus perekonomian dunia, bukan karena persoalan ekonomi dalam negeri.

Pria yang akrab disapa OSO melihat, pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan sejumlah politisi terkait kenaikan dolar AS dan turunnya nilai rupiah lebih karena ingin menjatuhkan kredibilitas pemerintah. Tujuannya tentu politik, yakni agar rakyat tak lagi percaya terhadap Pemerintah.

Padahal, selama ini, pemerintah terus bekerja keras dalam menjaga rupiah.

"Pandangan negatif yang dialamatkan kepada pemerintah cenderung politis. Ada sasaran politik, supaya rakyat terpengaruh. Namun, saya yakin, rakyat tidak terpengaruh dengan ocehan yang tidak realistis," ucap OSO di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Dia menambahkan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan krisis perekonomian global. Sedangkan dari sisi fundamental ekonomi dalam negeri, masih sangat kuat.

OSO meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Dia yakin, masalah itu bakal segera teratasi dengan baik.

"Apa yang terjadi saat ini, bukan masalah perekonomian dalam negeri. Ini siklus ekonomi dunia. Dan kita sudah memiliki sistem yang kuat untuk melewatinya," ungkap OSO seperti dilansir dari Antara. 

Melemahnya nilai tukar, kata OSO, tak hanya dialami Indonesia. Bahkan, nilai tukar Turki anjlok di angka 80 persen, Argentina 56 persen, dan Inggris 5 persen.

"Yang hebat adalah Jepang, minus dua persen. Sama dengan Meksiko. Dulu Meksiko paling jelek, sekarang bisa (bangkit). Artinya, ini disebabkan siklus ekonomi dunia,” urainya.


Rakyat Makin Cerdas

Pekerja memproses kacang kedelai menjadi tahu di Sukaraja, Bogor, Kamis (6/9). Naiknya harga kedelai impor akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat pengrajin mengurangi ukuran dan takaran pembuatan tahu. (Merdeka.com/Arie Basuki)

OSO pun menyesalkan sikap orang-orang yang tidak memahami persoalan ekonomi tapi banyak bicara soal melemahnya nilai tukar.

Padahal, sistem perekonomian dia masa pemerintahan Jokowi sudah terbangun baik, sehingga tak perlu ada kekhawatiran ekonomi memburuk akibat melemahnya nilai tukar.

"Saya menyesalkan, pelemahan nilai tukar dijadikan alat politik untuk memengaruhi, mengajak rakyat untuk menyalahkan Pemerintah,” jelas Senator asal Kalimantan Barat ini.

Kendati demikian, Ketua Umum Partai Hanura itu meyakini, rakyat Indonesia sudah semakin cerdas dan tak akan termakan wacana dari para politisi tadi. Terlebih, Pemerintah telah menunjukkan bukti nyata pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia.

"Saat ini, banyak uang masuk ke daerah. Itu mendorong perekonomian di daerah, menjadikan rakyat daerah semakin makmur," OSO menandaskan. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya