Liputan6.com, Jakarta Ruangan tempat penitipan anak (TPA) Zwitsal Day Care Center bercat kuning seakan menyambut hangat siapa saja yang datang. Dinding bertuliskan “Toy Zone” dengan motif gambar bayi terasa lucu dan imut dipandang. Bangku, kursi, dan aneka permainan anak berwarna-warni. Sebuah perosotan dengan anak-anak tangga menjulang tinggi.
Itulah suasana Zwitsal Day Care Center yang terdapat di kantor baru di Grha Unilever, kawasan Green Office Park, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan. TPA tersebut mendukung kenyamanan ibu pekerja yang menitipkan anaknya.
Baca Juga
Advertisement
TPA milik PT Unilever Indonesia, Tbk dioperasikan sejak 2017. Kehadiran TPA tak lepas dari dukungan pihak perusahaan melihat fungsi keluarga yang bahagia dan sejahtera sebagai salah satu unsur pembangun wellbeing (kesejahteraan). Hal ini terkait dukungan terhadap ibu bekerja untuk terus berkarier dan berkarya di Unilever.
Konsep wellbeing sangat penting bagi kinerja dan prestasi karyawan demi terciptanya wellbeing keluarga yang bahagia dan sejahtera. Wellbeing juga termasuk unsur sukses bagi tumbuh kembang anak dan faktor kesuksesan karyawan dalam menjalani pekerjaan sehari-hari di kantor.
Baca Juga: Kehadiran Tempat Penitipan Anak, Peluang Ibu Pekerja Naik Jabatan Terbuka Lebar
“Kami menyediakan Zwitsal Day Care Center yang dapat digunakan setiap hari untuk anak-anak karyawan di bawah usia sekolah (balita). Dengan bantuan fasilitator dari lembaga pendidikan, fasilitas ini tidak hanya sebagai tempat penitipan anak, tetapi juga membantu mengembangkan kemampuan kognitif dan psikometrik anak-anak lewat berbagai macam kegiatan pra-sekolah,” papar Head of HR Business Partner CD, Finance, IT and Head of Employee Branding PT Unilever Indonesia Tbk, Nanag Chalid lewat pesan teks kepada Health-Liputan6.com pada Senin, 27 Agustus 2018.
Salah satu karyawan PT Unilever Indonesia, Tbk, Maria Regina menitipkan anaknya, Pandum (3) di TPA tersebut. Maria selaku Business Integrity Manager menyampaikan fasilitas tersebut memberikan kemudahan baginya sebagai seorang ibu bisa menjalani work life balance (keseimbangan hidup bekerja).
Baca Juga: Titipkan Buah Hati di Taman Pengasuhan Anak, Emma Lebih Semangat Bekerja
Di satu sisi, ia mampu fokus memenuhi tuntutan kerja secara profesional, tapi juga bisa menjalani peran sebagai ibu, bahkan di lingkungan kerja sekalipun. Interaksi Maria dengan Pandum yang tidak terputus menjadi semangat untuk terus melanjutkan dan menyelesaikan pekerjaan di kantor.
Artikel ini merupakan hasil liputan khusus Jurnalis Liputan6.com untuk beasiswa "Kesetaraan Gender di Dunia Kerja" kerjasama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia - Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) periode Juli - September 2018. Topik liputan mengangkat "Efektivitas Tempat Penitipan Anak di Kantor" dengan angle "Pengaruh Tempat Penitipan Anak di Kantor Terhadap Jenjang Karier."
Simak video menarik berikut ini:
Bekerja sekaligus mengasuh anak
TPA merupakan solusi bagi para ibu pekerja urban seperti Jakarta agar dapat menitipkan anaknya. Hal ini membuat karyawan wanita dapat produktif menyelesaikan pekerjaan kantor karena anak berada di tempat pengasuhan yang tepat. Apalagi, di saat istirahat bekerja bisa menengok anak yang sedang berada di TPA.
Ada juga perbincangan hangat dengan Emma Rahmadhanti (37) pada Kamis, 9 Agustus 2018 TPA Serama, Kementerian Kesehatan RI, Kuningan, Jakarta, siang itu sangat berkesan. Emma, begitu dia disapa, sudah menitipkan anak ketiganya di TPA sejak 2016. Semenjak menitipkan anak di TPA tersebut, Emma mengaku dirinya lebih semangat kerja.
“Yang saya rasakan jadi lebih semangat kerja. Kerjanya jadi enggak main-main dan kebanyakan bercanda juga,” kata Emma, staf bagian Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Setditjen Farmalkes) Kementerian Kesehatan kepada Liputan6.com sambil tersenyum.
Ia juga bisa mengatur waktu dengan baik antara ikut mengurus anak di TPA dengan bekerja. Sebagai ibu pekerja, aktivitas memantau anak di sela-sela jam istirahat kerja dan memompa Air Susu Ibu (ASI) di kantor untuk persediaan buah hati tetap dilakoni Emma. Hal itu juga tidak memengaruhi pekerjaannya meski memompa ASI butuh 30 menit sampai 1 jam.
“Sejauh ini, target pekerjaan tercapai. Enggak ada kendala karena harus mengurus anak (yang dititipkan di TPA) di kantor. Saya kan bekerja sesuai tugas di bagian farmasi dan alat kesehatan. Dan hasil kerjaan juga oke,” Emma menambahkan.
Setiap hari kerja, Emma membawa anak ketiganya, Hanif Abbad Ramdani, berusia 20 bulan ke TPA Serama. Pukul 06.00 WIB, ia sudah dalam perjalanan ke kantor dari rumahnya di bilangan Utan Kayu, Jakarta Timur. Sembari diantar sang suami menggunakan mobil pribadi, anak pertama dan kedua Emma juga diantar ke SD terlebih dahulu.
Advertisement
Cegah kekerasan anak
Kehadiran TPA didukung adanya peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 5 tahun 2015 tentang penyediaan sarana kerja yang responsif gender dan peduli anak di tempat kerja. Namun, jauh sebelum peraturan tersebut keluar, petunjuk teknik pembangunan TPA sudah lebih dulu diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku petunjuk teknis penyelenggaraan TPA, yang diterbitkan pada tahun 2011.
“Syarat mendirikan TPA sudah ada kebijakannya. Ada standar baku yang profesional mendirikan TPA diruang publik. Petunjuk teknis juga berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” papar Asisten Deputi bidang Infrastruktur dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ratna Susianawati.
Ratna meyakini, pelayanan TPA yang sudah ada saat ini di beberapa kantor di Jakarta bekerja maksimal. Pelayanan sudah bagus dan memuaskan ibu pekerja. Dari laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tidak ada laporan soal keluhan terkait pelayanan TPA yang buruk.
“Mungkin ada juga kantor yang punya TPA meski tergolong minimal dan sederhana dibangun. Yang penting anak bisa dititipkan dan dijaga pengasuh sekaligus anak bisa bermain,” tambah Ratna.
Komnas Perempuan memandang ketersediaan TPA tidak semata-mata membuat ibu pekerja dapat bekerja maksimal. Hal ini juga mencegah terjadi kekerasan pada anak. Artinya, anak berada dalam jangkauan pengawasan dan pengasuhan dari ibu. TPA pun sebagai bukti bahwa perusahaaan memberikan kenyamanan pada ibu pekerja.
“TPA jadi inventaris jangka panjang untuk ibu pekerja agar dapat bekerja maksimal. Tentunya, ibu pekerja juga berpotensi naik jabatan. Saya pikir, TPA sangat membantu sekali. Mendukung dan mendorong karier ibu pekerja,” ungkap Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Budi Wahyuni.
Dukungan perusahaan
Bagi perusahaan yang ingin atau sudah membangun TPA, perlu memerhatikan beberapa kiat fasilitas pendukung. Sehingga memberikan kemudahan bagi ibu pekerja gunakan.
Apalagi bagi ibu pekerja yang tinggal di kota besar seperti Jakarta yang macet. Waktu tempuh dari rumah ke tempat kerja pun bisa terkendala. Apalagi ibu pekerja yang rumahnya cukup jauh, seperti Bekasi, Depok, dan Bogor.
Perusahaan juga perlu mempertimbangkan, kendaraan yang digunakan ibu pekerja untuk membawa anak bersama. Budi memberikan contoh, penyediaan mobil kantor yang mengantar ibu dan anak ke kantor bisa jadi ide baik.
Selain mobil, penyediaan bus dan sopir kantor juga mempermudah ibu menitipkan anak di TPA kantor. Perusahaan juga perlu memperhatikan fasilitas lain yang mendukung ibu pekerja seperti ruang menyusui yang dibangun di dalam TPA maupun terpisah dari TPA sehingga memudahkan ketika menyusui atau memerah ASI. Di TPA Serama dan Zwitsal Day Care Center terdapat ruang menyusui.
Advertisement
Optimalkan potensi ibu pekerja
Unilever Indonesia meyakini, salah satu pilar terpenting yang menjadi kunci sukses adalah konsep ‘creating great place for great people’. Semakin meningkatnya jumlah karyawan, yang mana mereka sudah menjadi orangtua, pihak perusahaan mengambil langkah-langkah proaktif guna membantu ibu pekerja mewujudkan potensi optimal di lingkungan korporasi.
Fasilitas ini menjadi salah satu investasi kami dalam hal people development, tidak hanya secara produktivitas tetapi juga loyalitas, serta bagaimana perusahaan memperlakukan dan mengembangkan karyawannya seoptimal dan sebaik-baiknya.
“Komitmen kami dalam menerapkan konsep kesejahteraan pekerja (wellbeing employee), termasuk di dalamnya kesejahteraan keluarga (wellbeing family) dari karyawan kami. Secara keseluruhan tentunya ramah terhadap ibu hamil dan melahirkan. Sebagai contoh, kami baru saja memperpanjang cuti melahirkan dari kebijakan normatif selama 3 bulan menjadi 4 bulan,” ungkap Chalid.
Selain itu, ada konsep agile working yang memungkinkan karyawan Unilever Indonesia mengelola efektivitas dan efisiensi kerja secara mandiri dengan bantuan teknologi. Karyawan jadi tidak terikat untuk datang ke kantor dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
Perusahaan melengkapi karyawan dengan perlengkapan laptop, paket data, dan ponsel sehingga dapat bekerja di mana saja. Konsep kerja seperti ini sangat ramah bagi seluruh karyawan untuk bisa bekerja kapan saja, di mana saja, sesuai kebutuhan pribadi dan keluarganya.