Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghentikan kegiatan usaha 182 entitas peer to peer lending atau usaha pinjam meminjam uang secara online. Penghentian ini dilakukan karena entitas tersebut tidak terdaftar dan tidak memiliki izin usaha dari OJK.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan, berdasarkan pemeriksaan pada website dan aplikasi pada Google Playstore, 182 entitas ini terbukti berpotensi merugikan masyarakat. Untuk itu, semua bentuk aplikasi yang terdapat di Google Playstore harus dihapus.
"Satgas waspada investasi kembali menemukan 182 entitas yang melakukan kegiatan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi tanpa izin OJK sesuai POJK 77/POJK.01/2016 yang berpotensi merugikan masyarakat," ujarnya di Kantor OJK, Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dengan temuan ini, jumlah peer to peer lending tidak berizin yang ditemukan Satgas Waspada Investasi menjadi 407 entitas. Setelah sebelumnya Satgas menemukan 227 entitas peer to peer lending yang beroperasi tanpa izin OJK.
Namun, dua platform dari 227 aplikasi peer to peer lending tak berizin tersebut, telah mempunyai izin dan terdaftar di OJK yaitu Bizloan dan KTA Kilat. Bizloan merupakan aplikasi milik dari PT Bank Commonwealth sedangkan KTA Kilat merupakan milik dari PT Pendanaan Teknologi Nusa.
Lebih lanjut untuk entitas yang tidak berizin, Satgas Waspada Investasi meminta entitas tersebut untuk menghentikan kegiatan peer-to-peer lending. Kedua, menghapus semua aplikasi penawaran pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
"Ketiga, entitas ini juga kami imbau untuk menyelesaikan segala kewajiban kepada pengguna. Serta keempat, kami imbau segera mengajukan pendaftaran ke OJK," jelasnya.
Satgas Waspada Investasi juga meminta masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan dengan entitas yang tidak berizin tersebut karena tidak berada di bawah pengawasan OJK dan berpotensi merugikan masyarakat.
Reporter:Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK Terbitkan Aturan Pengawasan Fintech, Ini Isinya
Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di sektor jasa keuangan sebagai ketentuan yang memayungi pengawasan dan pengaturan industri financial technology (fintech).
“Peraturan ini dikeluarkan OJK mengingat cepatnya kemajuan teknologi di industri keuangan digital yang tidak dapat diabaikan dan perlu dikelola agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Sabtu (1/9/2018).
BACA JUGA
Menurut Wimboh, inovasi keuangan digital perlu diarahkan agar menghasilkan inovasi keuangan digital yang bertanggung jawab, aman, mengedepankan perlindungan konsumen dan memiliki risiko yang terkelola dengan baik.
"Peraturan ini juga dikeluarkan sebagai upaya mendukung pelayanan jasa keuangan yang inovatif, cepat, murah, mudah, dan luas serta untuk meningkatkan inklusi keuangan, investasi, pembiayaan serta layanan jasa keuangan lainnya," tambah Wimboh.
Adapun pokok-pokok pengaturan Inovasi Keuangan Digital (IKD) antara lain:
1. Mekanisme Pencatatan dan Pendaftaran Fintech
Setiap penyelenggara IKD baik perusahaan Startup maupun Lembaga Jasa Keuangan (LJK) akan melalui 3 tahap proses sebelum mengajukan permohonan perizinan:
a. Pencatatan kepada OJK untuk perusahaan Startup/non-LJK. Permohonan pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian regulatory sandbox. Sedangkan untuk LJK, permohonan sandbox diajukan kepada pengawas masing-masing bidang (Perbankan, Pasar Modal, IKNB).
b. Proses regulatory sandbox berjangka waktu paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan.
c. Pendaftaran/perizinan kepada OJK.
2. Mekanisme Pemantauan dan Pengawasan Fintech
OJK akan menetapkan Penyelenggara IKD yang wajib mengikuti proses regulatory sandbox. Hasil uji coba regulatory sandbox ditetapkan dengan status:
a. Direkomendasikan.
b. Perbaikan.
c. Tidak direkomendasikan.
Penyelenggara IKD yang sudah menjalani regulatory sandbox dan berstatus direkomendasikan dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK.
Untuk pelaksanaan pemantauan dan pengawasan, penyelenggara IKD diwajibkan untuk melakukan pengawasan secara mandiri dengan menyusun laporan self assessment yang sedikitnya memuat aspek tata kelola dan mitigasi risiko.
Penyelenggara IKD dilarang mencantumkan nama dan/atau logo OJK namun dapat mencantumkan nomor tanda tercatat/terdaftar.
Dalam jangka menengah, OJK dapat menunjuk pihak lain (Asosiasi Penyelenggara IKD yang diakui oleh OJK) yang bertugas dalam pengawasan IKD.
3. Pembentukan Ekosistem Fintech
Untuk memelihara ekosistem keuangan, Lembaga Jasa Keuangan yang telah memperoleh izin atau terdaftar di OJK dilarang bekerja sama dengan Penyelenggara IKD yang belum tercatat di OJK atau terdaftar di otoritas lain yang berwenang guna memelihara ekosistem keuangan.
4. Membangun Budaya Inovasi
OJK menginisiasi pembentukan Pusat Inovasi Keuangan Digital (Fintech Center) dan ekosistem IKD yang bertujuan sebagai sarana komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi antara otoritas terkait dan pelaku IKD serta wadah Inovasi dan Pengembangan IKD.
5. Inklusi dan Literasi
Penyelenggara IKD wajib melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan kepada masyarakat.
6. Bisnis dan Perlindungan Data
Penyelenggara IKD wajib menyediakan pusat pelayanan konsumen berbasis teknologi sebagai bentuk penerapan edukasi dan perlindungan konsumen beserta usahanya.
7. Manajemen Risiko yang Efektif
Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri, menginventarisasi risiko utama, menyusun laporan risk self assessment secara bulanan, dan memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepatuhan atas proses pemantauan yang dilakukan oleh OJK.
8. Kolaborasi
Dengan dibentuknya Fintech Center maka dapat membantu berjalannya proses Regulatory Sandbox sebagai langkah inkubasi model bisnis yang inklusif dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta meningkatkan sinergi antar industri, pemerintah, akademisi dan innovation hub lain.
9. Perlindungan Konsumen
Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen yaitu (a) transparansi, (b) perlakuan yang adil, (c) keandalan, (d) kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, dan (e) penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
10. Transparansi
Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pengawasan berbasis disiplin pasar, risiko dan teknologi terhadap inovasinya antara lain harus memperhatikan transparansi produk dan layanan, pasar yang kompetitif dan inklusif, kesesuaian dengan kebutuhan konsumen, penanganan mekanisme keluhan yang segera, dan aspek keamanan dan kerahasiaan data konsumen dan transaksi.
11. Anti-Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Penyelenggara IKD juga wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan terhadap konsumen sesuai ketentuan Peraturan OJK di bidang AML-CFT (Anti Money Laundering and Counter-Financing of Terrorism).
Sebelumnya OJK telah mengeluarkan peraturan mengenai fintech peer to peer lending melalui POJK 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Advertisement