Dolar AS Perkasa Bikin Harga Minyak Tergelincir

Harga minyak melemah didorong dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat dan wall street tertekan.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Sep 2018, 05:30 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak melemah didorong dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat dan wall street tertekan. Selain itu, dampak badai Gordon lebih kecil pengaruhi produksi minyak di teluk AS.

Harga minyak berjangka Brent turun 30 sen ke posisi USD 76,22 per barel pada pukul 12.16 waktu setempat. Sementara itu, harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun 49 sen ke posisi USD 67,28 per barel. Selama sepekan, harga minyak WTI susut lebih dari 3,5 persen. Sedangkan harga minyak Brent melemah 1,6 persen.

Harga minyak telah membukukan keuntungan di awal pekan seiring badai Gordon memaksa penutupan platform minyak di teluk Meksiko dan mengancam kilang di teluk.

"Pasar mendapat terlalu banyak sentimen sebelum badai tropmis. Banyak tekanan dalam tekanan telah terlepas dari itu,”" ujar Analis Price Futures Group, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (8/9/2018).

Badai akhirnya melemah dan menjauh dari daerah-daerah penghasil minyak dan perusahaan energi mulai kembali beroperasi.

Sentimen lainnya pengaruhi harga minyak yaitu dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya usai laporan menunjukkan pertumbuhan tenaga kerja AS melonjak pada Agustus. Ditambah upah pegawai meningkat dan mencatatkan kenaikan terbesar dalam lebih dari sembilan tahun.

Data pekerjaan meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan kenaikan suku bunga lebih cepat sehingga menekan bursa saham. Indeks Eropa stoxx 600 pun catatkan kinerja mingguan terburuk sejak akhir Maret. Sedangkan bursa saham turun 3,2 persen.

 


Terbebani Data Persediaan

Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Harga minyak AS juga masih terbebani data persediaan yang mengecewakan. Hal itu berasal dari data the Energy Information Administration (EIA).

Persediaan minyak mentah AS pada pekan lalu turun 4,3 juta barel menjadi 401,49 juta barel, terendah sejak Februari 2015. Namun, data itu diimbangi oleh meningkatnya stok ditambah permintaan bahan bakar relatif melemah selama musim panan di AS. Biasanya konsumsi meningkat. Berdasarkan data EIA, stok bensin naik 1,8 juta dan penyulingan menanjak 3,1 juta barel.

"Pasokan bensin melimpah akan bertahan di masa mendatang seiring pada musim panas mengecewakan," ujar Broker London PVM, Stephen Brennock.

Sementara itu, sanksi AS terhadap produsen minyak utama Iran memicu harapan pasar yang lebih ketat.

"Pendorong utama harga minyak, dalam pandangan kami, tetap merupakan reimposisi sanksi AS terhadap konsumen minyak Iran," tulis Analis Standar Chartered.

Pemerintahan AS mengindikasikan menawarkan keringanan sanksi sementara untuk negara sekutu yang tidak dapat hentikan impor segera dari Iran.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya