Liputan6.com, Jakarta - Kondisi rupiah yang sedang volatile acap disebut akibat faktor luar negeri. Istilah perang dagang dan krisis Turki kerap muncul. Bila membicarakan perekonomian global, pasti ada satu nama yang tak boleh diabaikan, yakni Presiden Donald J Trump.
Apakah benar Presiden Trump memiliki andil dalam pelemahan rupiah? Berikut penjelasan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro, sekaligus Komisaris Utama (Komut) BNI.
Baca Juga
Advertisement
"Sebenarnya dampaknya tidak langsung. Jadi dengan adanya prospek perang dagang antara China dan Amerika Serikat yang katanya akan memperluas pengenaan tarif pada barang-barang China, bahkan tarifnya akan 100 persen, itu kekhawatirannya adalah perekonomian dunia akan melambat," jelasnya pada Liputan6.com ketika ditemui di Menara BNI, pekan lalu.
Para investor pun ikutan khawatir mendengar pernyataan-pernyataan seputar perang dagang. Dalam situasi ini, investor lebih memilih dolar yang dinilai sebagai aset yang paling aman.
"Maka yang terjadi adalah pertumbuhan dari negara emerging market juga akan melambat. Nah, kalau melambat, mereka (investor) khawatir rate of return mereka akan turun, jadinya ya sudah mereka pulling out saja dulu," lanjutnya.
Meskipun kondisi Indonesia jauh lebih baik ketimbang Turki, para investor sedang waswas dan mengira situasi Indonesia bisa seperti Turki (contagion effect, efek menular). Ari menyebut pemahaman itu adalah bentuk generalisasi semata.
Ari menegaskan, kondisi Indonesia jauh lebih baik ketimbang Turki, Brasil, Argentina, dan Afrika Selatan, yang sedang mengalami guncangan ekonomi. Sayangnya, bila kalangan investor sudah menarik modal akibat sentimen negatif, investor lain pun akan ikut-ikutan.
"Jadi dia (investor) ikut saja, orang antre ke sana, dia ikut antre ke sana. Jadi ini ketidakpastian yang sebenarnya pukul rata," jelas Ari.
Di samping perang dagang, hubungan panas antara AS dan Turki turut memberikan semacam efek domino pada perekonomian global. Pasalnya, negara-negara Eropa banyak memberi pinjaman ke Turki. Masalah yang awalnya antara AS dan Turki pun menjadi global.
"Dia (Turki) banyak pinjam ke negara Eropa. Yang menimbulkan juga problem ketidakpastian di negara-negara Eropa," ungkap Ari.
Ekonomi Indonesia Relatif Baik
Meskipun begitu, Ari menambahkan kondisi neraca berjalan Indonesia yang defisit juga turut memberi dampak. Akan tetapi, ia menjelaskan hal itu adalah lumrah, hanya saja kemudian muncul isu-isu tambahan yang menambahkan ketidakpastian.
"Apalagi di Indonesia situasinya itu adalah kita itu defisit neraca berjalan, dan kemarin itu defisit neraca berjalannya terjadi pelonjakan. Sebenarnya itu sangat lumrah, tapi karena ada isu-isu tambahan dari Amerika ini, seperti Presiden Trump," jelasnya.
Ari optimistis bahwa defisit neraca berjalan bisa kembali seperti sebelum April, dan situasi politik di sekitar Trump dapat mereda.
"Kita enggak tahu bagaimana Presiden Trump secara politik. Jadi sangat besar kemungkinannya, keseimbangan akan kembali lagi seperti sebelum April," jelasnya.
Lebih lanjut, ia berharap tidak ada pihak-pihak yang menyebarkan hoaks mengenai rupiah. Pasalnya, berbuat demikian hanya menambah ketidakpastian dan memberi dampak negatif pada semua orang.
"Jadi, tugas kita sebetulnya menjelaskan pada mereka bahwa kita beda. Ini adalah peran dari pesan-pesan yang positif bahwa kita beda," jelasnya.
"Karena kita lumayan kok. Kita bukan yang terbaik, tapi kita lumayan. Message itu harus disampaikan. Sehinga keputusan investasi mereka (investor) yang didasarkan atas waswas, menjadi keputusan yang rasional lagi," ujarnya.
Advertisement