Liputan6.com, Damaskus - Pesawat tempur Rusia dan Suriah menggempur kota di Provinsi Idlib, yang dikuasai oposisi, pada Sabtu 8 September 2018, sehari setelah pertemuan puncak antara presiden Turki, Rusia dan Iran gagal menyepakati gencatan senjata, yang akan mencegah serangan dukungan Rusia.
Saksi dan relawan kemanusiaan mengatakan sedikit-dikitnya puluhan serangan udara menghantam sejumlah desa dan kota di bagian selatan Idlib dan kota Latamneh di bagian utara Hama, tempat pemberontak masih berkuasa, pada Sabtu 8 September 2018 waktu setempat.
Baca Juga
Advertisement
Helikopter Suriah menjatuhkan bom --berisi peledak-- di atas rumah warga di pinggiran kota Khan Sheikhoun, kata dua warga dari kawasan di bagian selatan Idlib, menurut lansiran Reuters, seperti dikutip dari Antara, Minggu (9/9/2018).
Tiga warga tewas di desa Abdeen di bagian selatan Idlib, kata sumber pertahanan sipil.
Pertemuan puncak pada Jumat 7 September menitikberatkan pada operasi militer yang akan dilakukan di Idlib, benteng besar dan terakhir oposisi yang aktif di Suriah menentang Presiden Bashar al-Assad.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak gencatan senjata dalam pertemuan puncak tersebut tetapi Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan gencatan senjata tak berarti karena tidak melibatkan kelompok-kelompok militan penentang Assad dan sekutunya yang disebut teroris.
Teheran dan Moskow telah membantu Presiden Suriah membalik arah perang melawan para penentang, mulai dari para pemberontak dukungan Barat hingga para militan teroris, sementara itu Turki merupakan pendukung oposisi Kurdi dan memiliki tentara di negara tersebut.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengkhawatirkan serangan berskala penuh menyebabkan bencana kemanusiaan, yang melibatkan puluhan ribu warga terdampak.
Simak video pilihan berikut:
Dalih Rusia
Pejabat senior Rusia buka suara soal operasi pengeboman udara yang dilakukan oleh koalisi Rusia-Suriah di Provinsi Idlib di Suriah pekan ini, sebagaimana ramai diberitakan oleh berbagai media asing.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva mengatakan, "Kehadiran Rusia di Suriah bukan tentang mendukung Presiden (Bashar) al-Assad, seorang pemimpin yang terlegitimasi memimpin Suriah atas kehendak rakyatnya."
"Tapi, kehadiran kami di Suriah adalah untuk memerangi teroris dan Idlib merupakan jantung pertahanan terakhir bagi kelompok teroris di Suriah," jelasnya di Jakarta, Rabu 5 September 2018.
"Rusia mendukung sepenuhnya Suriah dan melakukan semua yang kami bisa guna membasmi 100 persen teroris dari Suriah," tambahnya.
Seperti dikutip dari BBC pada Rabu 5 September 2018, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, kelompok pemantau yang berbasis di Inggris, melaporkan bahwa jet Rusia telah melakukan sekitar 30 serangan di sekitar 16 daerah yang dikuasai pemberontak di Idlib barat, pegunungan Provinsi Latakia, dan dataran Sahl al-Ghab.
Kantor berita pro-oposisi Step News melaporkan serangan Rusia terjadi di desa-desa Inab, al-Janudiya, Tal Aawar, Sririf, Jadraya dan al-Bariya, di Idlib, Suriah.
Sebuah situs berita yang berafiliasi dengan aliansi jihad Al Qaeda, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) mengunggah foto-foto yang menunjukkan gumpalan asap naik dari beberapa desa.
Hayat Tahrir al-Sham disebut oleh PBB sebagai organisasi teroris dan diperkirakan memiliki 10.000 pasukan di Idlib, dan faksi-faksi pemberontak saingan yang didukung oleh negara tetangga Turki mengatakan mereka akan melawan. Kelompok ini yang diduga menjadi target serangan bombardir teranyar Rusia di Idlib pada pekan ini.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa tentara Suriah (yang didukung Rusia) "bersiap-siap" untuk membersihkan "pendudukan terorisme".
Peskov mengatakan militan terkait Al Qaeda --diduga sebagai HTS-- yang mendominasi di provinsi barat laut Idlib mengancam pangkalan militer Rusia di Suriah, dan memblokir solusi perdamaian politik terkait perang saudara.
Advertisement