Liputan6.com, Batam - Jaringan mafia pekerja migran ilegal di Pulau Sembulang, Kepulauan Kawasan, perairan Batam dibongkar Polda Kepulauan Riau. Aksi ini sekaligus menggagalkan upaya perdagangan manusia berkedok penempatan tenaga kerja asal Indonesia.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes S. Erlangga menjelaskan bahwa sukses itu berasal dari informasi masyarakat yang masuk melalui Subdit IV Ditreskrimum polda Kepri. Informasi ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyelidikan.
Baca Juga
Advertisement
"Didapat fakta bahwa di Desa Sembulang Galang Kota Batam ada calon pekerja migran Indonesia ilegal yang akan diberangkatkan ke Malaysia," kata Erlangga, Minggu, 9 September 2018.
Penyelidikan diawali dari sebuah mobil yang dicurigai, yakni sebuah Toyota Avanza Veloz bernomor polisi BP 1046 JQ. Mobil itu sedang menurunkan empat penumpang yang diduga pekerja migran ilegal di Pondok Kebun Jl. Sembulang, Saguba, Galang, Kota Batam.
Mereka kemudian disergap. Hasil pemeriksaan menunjukkan ada yang berasal dari Batam, Pulau Bintan, dan juga Lombok, NTB.
"Saat diperiksa tak ada dokumen apapun. Jadi, ini jelas pekerja migran ilegal," kata Erlangga.
Simak video menarik berikut di bawah:
Menyasar Lombok dan Jatim
Mereka kemudian dibawa ke Mapolda Kepri untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Total dari pengembangan ada 16 calon pekerja ilegal yang hendak diselundupkan ke Malaysia.
Saat beroperasi, mereka mencari calon pekerja ilegal di daerah-daerah yang lekat dengan pekerja migran. Lombok NTB dan Jawa Timur menjadi sasaran utama.
"Mereka biasanya diselundupkan dengan kapal pancung (fiber boat) bermesin gantung tanpa dilengkapi dokumen yang resmi dengan membayar transportasi dari Batam ke Malaysia Rp 1,8 juta/orang," kata Erlangga.
Dua tersangka utama ditangkap. Pertama, bernama Kasih, selaku penangung jawab para calon pekerja migran Indonesia ilegal selama di Batam. Sedangkan, Yoni alias Oyon yang bertugas mengantar.
"Mereka akan dijerat dengan Pasal 81, Pasal 83 UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun penjara," kata Erlangga.
Saat ini, para tersangka dan juga para korban masih berada di Mapolda Kepulauan Riau. Para korban juga diperiksa untuk mengetahui keterlibatan mereka dalam merekrut calon lain di daerah asalnya.
Advertisement