Liputan6.com, Jakarta Saat ini Pemerintah Indonesia sedang gencar mengurangi impor minyak dari luar negeri. Salah satu cara agar mengurangi impor ialah penggunaan B20. Hal itu merupakan hasil pencampuran antara solar dengan 20% minyak kelapa sawit.
Dengan begitu, hal ini akan mengurangi jumlah kebutuhan BBM di Indonesia baik di sektor industri maupun transportasi sehingga subsidi pemerintah untuk impor BBM berkurang.
Advertisement
Diketahui, aturan ini telah diberlakukan terhitung sejak 1 September 2018. Ketentuan penggunaan bahan bakar hasil pencampuran 20 persen biodiesel (minyak kelapa sawit) dengan solar berlaku untuk penggunaan di sektor subsidi dan nonsubsidi.
Pemerintah telah menerbitkan empat peraturan untuk memayungi kebijakan tersebut. Pertama Peraturan Presiden (Perpres) No 66 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Perpres No 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 15 Agustus 2018.
Penerbitan Perpres itu, akan diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 23 Agustus 2018.
Peraturan berikutnya adalah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1935 K/10/MEM/2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 1803 K/10/MEM/2018 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dan Alokasi Besaran Volume untuk Pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel pada PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk Periode Mei - Oktober 2018. Peraturan ini ditandatangani pada 27 Agustus 2018.
Peraturan keempat adalah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1936 K/10/MEM/2018 tentang Pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel untuk Pencampuran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Periode September - Desember 2018 tertanggal 27 Agustus 2018.
Keempat peraturan tersebut dinlian telah secara lengkap memayungi pelaksanaan kebijakan perluasan mandatori biodiesel B20. Mulai dari aspek penghimpunan dana sawit yang digunakan untuk membiayainya, hingga teknis pelaksanaan di lapangan, termasuk mengenai sanksi bagi pihak terkait yang tidak melaksanakannya.
Nantinya, kebijakan perluasan mandatori B20 mengharuskan penggunaan biodiesel yang semula hanya untuk sektor bersubsidi atau Public Service Obligation (PSO) diperluas ke sektor nonsubsidi atau non-PSO.
B20 merupakan bahan bakar hasil pencampuran minyak solar dengan biodiesel berbahan dasar sawit sebanyak 20 persen. Selama ini biodiesel dikenal masyarakat sebagai bahan bakar bersubsidi dengan sebutan biosolar yang dipasarkan oleh Pertamina.
Tujuan mandatori tersebut yaitu untuk menghemat devisa negara, sehingga Indonesia nantinya menghemat anggaran biaya triliunan rupiah untuk penggunaan bahan bakar.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai satu-satunya BUMN operator KA di Indonesia turut mendukung penuh penggunaan B20. Hal ini diimplementasikan dalam penggunaan B20 pada lokomotif, kereta rel diesel (KRD), dan kereta pembangkit dalam operasional perjalanan KA.
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang transportasi publik baik PSO maupun non-PSO, PT KAI siap ikut andil dalam upaya pencapaian target pemerintah dalam penerapan B20 di Indonesia agar kuota impor BBM di Indonesia berkurang.
Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang dicampur 20 persen minyak kelapa sawit sejak Maret 2018 sudah diujicobakan di lokomotif kereta api. Hal itu dilakukan dengan pengawasan intensif tim gabungan dari ITB dan BPPT yang dipimpin Staf Ahli dari Kementerian ESDM. Uji coba pada mesin lokomotif KAI dilakukan sejak Maret 2018 dan berakhir pada Agustus 2018.
Berdasarkan analisis Kementerian ESDM, Apabila kebijakan perluasan B20 berjalan lancar penggunaan energi baru terbarukan (EBT) akan meningkat menjadi sekitar 15% dalam bauran BBM.
“KAI tentu mendukung program tersebut dengan tetap selalu memperhatikan dan mengutamakan keselamatan dan kelancaran perjalanan KA,” ujar Direktur Utama KAI Edi Sukmoro.
Penggunaan B20 untuk mesin sarana tranportasi tidak mempengaruhi kinerja mesin dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan penggunaan solar murni. Hal ini tentunya sejalan dengan salah satu unsur dari 4 Pilar Utama KAI yakni Kelestarian Lingkungan yang perlu didukung semua pihak dan lapisan masyarakat.
(*)