Rawan Sengketa, Pelaku Jasa Konstruksi Dituntut Berwawasan Arbitrase

LPJK mendorong para pelaku usaha di sektor jasa konstruksi untuk memahami penyelesaian sengketa pada proyek-proyek konstruksi.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Sep 2018, 14:12 WIB
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek gedung di Jakarta, Jumat (20/7). Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, Indonesia kekurangan tenaga kerja konstruksi bersertifikat dan berijazah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) mendorong para pelaku usaha di sektor jasa konstruksi untuk memahami penyelesaian sengketa pada proyek-proyek konstruksi.

Hal ini dilakukan dengan menyelenggarakan Ujian Kompetensi Arbiter dengan menggandeng‎ Institut Arbiter Indonesia (IARBI). Pengurus IARBI, Bambang Hariyanto mengatakan, tujuan ujian untuk meningkatkan kompetensi para anggota LPJK.

Sebab pada saat ini pelaku usaha jasa konstruksi dituntut untuk memiliki wawasan dan memahami proses penyelesaian sengketa jasa konstruksi melalui mekanisme arbitrase.

Dia menjelaskan, pemahaman arbitrase bidang konstruksi ini sangat penting baik bagi LPJK maupun pelaku usaha jasa konstruksi. Alasannya karena dalam pasal 88 UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, disebutkan jika tahapan penyelesaian sengketa jasa konstruksi melalui tahapan mediasi, konsiliasi dan arbitrase. 

"Pelaku jasa konstruksi wajib memiliki wawasan mengenai arbitrase, karena kontrak konstruksi kebanyakan sudah mencantumkan klausula arbitrase," ujar dia di Jakarta, Senin (10/9/2018).

Bambang menyatakan, saat ini Indonesia merupakan pasar infrastruktur sangat besar, sehingga memaksa semua organisasi konstruksi dan pelaku usaha jasa konstruksi perlu memahami tentang kontrak konstruksi. 

"Pemahaman atas kontrak konstruksi yang baik termasuk mengantisipasi kemungkinan jika terjadi sengketa, bagaimana menyelesaikannya secara cepat dan tepat serta terhormat dengan tetap memperhatikan aspek keadilan serta kepastian hukum," kata dia.

Untuk dapat mengikuti ujian kompetensi peserta harus terlebih dulu mengikuti pendidikan tingkat dasar arbitrase, pendidikan tingkat lanjutan arbitrase dan membuat karya tulis di bidang arbitrase. 

Materi ujian terdiri dari teori arbitrase selama 120 menit dan praktik arbitrase selama 180 menit dengan menghasilkan rumusan putusan lengkap arbitrase.

Peserta yang lulus akan diberikan Sertifikat Kompetensi dan berhak untuk menjadi anggota IARBI. Bambang berharap para peserta yang lulus pada waktunya kelak dapat menjadi arbiter yang profesional.

"Bagi yang tidak lulus dapat mengikuti ujian gelombang berikutnya. Sementara bagi yang lulus saya berharap kelak mereka pada waktunya juga dapat menjadi arbiter-arbiter di bidang konstruksi yang profesional," ujar dia.

 


Minimalisir Kecelakaan Kerja, Kementerian PUPR Didik Tenaga Ahli K3 Konstruksi

Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan proyek gedung di Jakarta, Jumat (20/7). Dari 8,1 juta orang tenaga kerja konstruksi hanya tujuh persen yang memiliki sertifikat dan ijazah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Pemerintah terus berupaya meminimalisir jumlah kecelakaan kerja pada proyek konstruksi di Indonesia, dan mengedepankan unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) coba menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Batch II serta penandatanganan komitmen K3 konstruksi dengan 10 BUMN Karya.

Melalui penandatanganan tersebut, BUMN menyatakan komitmennya memenuhi ketentuan (K3) konstruksi, menggunakan tenaga kerja kompoten bersertifikat, menggunakan peralatan yang memenuhi standar kelaikan, menggunakan material yang memenuhi standar mutu, menggunakan teknologi standar kelaikan, serta melaksanakan standar operasi dan prosedur (SOP)

Dalam UU No 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, menyatakan setiap badan usaha yang mengerjakan jasa konstruksi wajib memiliki Sertifikasi Badan Usaha (SBU) dan setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang jasa konstruksi juga wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK).

Adapun proses sertifikasi Ahli K3 Batch II diikuti sebanyak 58 orang peserta dari Kementerian PUPR dan pekerja dari 10 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Bina Karya, PT AMKA, PT Hutama Karya, PT Virama Karya, PT Brantas Abipraya, PT Yodya Karya, dan PT Istaka Karya.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menekankan pentingnya keselamatan konstruksi dalam membangun dan menjaga kredibilitas baik sebagai seorang engineer, pelaksana maupun penyedia jasa. "Kami terus meningkatkan kedisiplinan masyarakat jasa konstruksi melaksanakan ketentuan K3 Konstruksi," ujarnya dalam sebuah keterangan resmi, Jumat 27 Juli 2018.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, kegiatan Sertifikasi Ahli K3 ini diikuti oleh pekerja yang berasal dari kontraktor-kontraktor besar.

Selain sertifikasi kepada pekerja juga dilakukan penandatanganan komitmen K3 oleh pimpinannya, sehingga kalau tingkat pimpinan sudah peduli dan mengerti K3, pelaksanaan di tingkat pekerjanya akan lebih mudah.

"Melalui kegiatan sertifikasi ini, akan lahir ahli-ahli yang mempunyai jiwa kepemimpinan dalam K3 (safety leadership) dan memastikan penerapan SMK3 Konstruksi. Kita tahu bahwa seluruh kejadian kemarin itu tentu bukan disebabkan kita tidak mampu melaksanakannya, tapi karena kita lalai, dan cenderung tidak menjadikan K3 sebagai faktor utama," tutur dia.

Dia mengatakan, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu telah menginstruksikan bahwa dalam mengerjakan semua tahapan pembangunan infrastruktur seperti pelaksanaan, pengoperasian, pemeliharaan, dan pembongkaran suatu bangunan, aspek keselamatan harus menjadi perhatian utama semua pihak sehingga tujuan selamat untuk semua dapat tercapai.

"Mencegah kecelakaan konstruksi merupakan tanggungjawab seluruh pihak. Keberhasilan proyek konstruksi, selain diukur dari biaya, mutu, dan waktu, juga ditentukan oleh keselamatan dalam pelaksanaan, serta manfaatnya bagi masyarakat," terang dia.

Dia juga menyebutkan, konstruksi memiliki kompleksitas dan risiko tinggi bagi keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja dan masyarakat umum lainnya. Terjadinya kecelakaan konstruksi tidak hanya dapat mencelakai pekerja konstruksi, namun dapat juga menimpa masyarakat sekitar lokasi pekerjaan.

Di samping itu, ia meneruskan, terhentinya pekerjaan konstruksi akan dapat merugikan masyarakat serta menghambat pertumbuhan ekonomi.

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya