Akhir Drama Kejar-kejaran Polisi dan Pencari Kerang

Penggunaan alat keruk kerang dilarang karena merusak biota laut lainnya.

oleh M Syukur diperbarui 12 Sep 2018, 11:00 WIB
Kejar-kejaran polisi dan pencari kerang (Liputan6.com / M.Syukur)

Liputan6.com, Riau - Nelayan asal Sumatera Utara, Manggor, menemui ajalnya ketika mengeruk kerang di perairan Pulau Halang, Riau. Badannya tertembus peluru karena nekat menabrak kapal milik polisi air Polres Rokan Hilir.

Mengeruk kerang di perairan itu dilakukan Manggor dan kawan-kawannya dengan besi. Penggunaan alat yang disebut teng ini sudah dilarang karena merusak biota dan ekosistem laut.

"Sudah ada kesepakatan bahwa nelayan Sumut tidak boleh melaut di perairan Riau, apalagi menggunakan kapal besar dengan menggunakan alat pengeruk dari baja," kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Sunarto di Mapolda Riau, Senin, 10 September 2018 malam.

Sunarto menjelaskan, kejadian bermula ketika nelayan setempat melaporkan ada tujuh kapal besar masuk ke perairan tersebut. Kapal itu dilaporkan mengeruk satwa laut berupa kerang pada Minggu malam, 9 September 2018, pukul 22.40 WIB.

Polisi air di Polres Rohil lalu mengajak sejumlah nelayan setempat menuju lokasi. Sadar dengan kadatangan petugas, tujuh kapal dari Tanjung Balai Asahan itu langsung mematikan lampu.

"Petugas lalu meminta semua kapal itu berhenti karena berusaha melarikan diri," kata Sunarto didampingi Direktur Polisi Air Polda Riau Kombes Hery Wiyanto.

Sempat terjadi kejar-kejaran antara kapal polisi dengan nelayan asal provinsi tetangga itu. Polisi juga mengeluarkan tembakan peringatan, sehingga salah satu kapal berbalik arah dan berniat menabrak polisi.

Polisi lalu menembak ke arah kapal dan mengenai tiga awak. Kapal ini kemudian melarikan diri di tengah kegelapan laut hingga akhirnya bersandar ke pelabuhan di Panipahan, Rokan Hilir.

"Dari tembakan ini, satu orang meninggal dunia. Dua kritis dan masih dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara," kata Sunarto.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 


Dituduh Perompak

Bersandar di pelabuhan Panipahan, para nelayan yang disebut polisi melakukan ilegal fishing itu mendatangi pos TNI Angkatan Laut. Polisipun dituduh sebagai perompak karena menembak kapal mereka.

Terkait ini, Kombes Hery Wiyanto menyebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan angkatan laut. Diapun menyebut pihaknya masih mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak.

"TNI juga mengumpulkan informasi, dan nelayan semuanya sudah diamankan. Ada 11 nelayan diamankan, jumlah itu termasuk dua yang luka tadi dan yang meninggal dunia," terang Hery.

Di Panipahan, tambah Hery, memang ada beberapa pos, termasuk TNI AL. Dan jarak antara Panipahan dengan Sumut memang berdekatan.

Hery menegaskan, di wilayah tersebut memang sering terjadi konflik nelayan, baik yang lokal maupun dengan nelayan provinsi tetangga. Pemicunya adalah penggunaan jaring besar yang digunakan nelayan bermateri cukup.

"Penggunaan alat keruk kerang dilarang karena merusak biota laut lainnya. Apalagi kerang ini musiman, sekali dikeruk, nelayan lokal selama sebulan tidak bisa menangkap kerang," sebut Hery.

Hasil penyelidikan pihaknya, kapal yang tertangkap ini merupakan milik perempuan bernama Omsi. Nama ini diketahui sebagai bos nelayan di Tanjung Balai Asahan.

"Untuk Omsi akan dikembangkan keterlibatannya," ucap Hery.

Dalam kasus ini, selain menyita kapal, polisi juga mengamankan barang bukti berupa 50 karung goni berisi kerang. Beratnya diperkirakan polisi 1,25 ton. Kapal lainnya juga masih dicari polisi hingga kini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya