Waspadai Upaya Politisasi Agama di Pilpres 2019

Najih mengatakan pola gerakan 2019 Ganti Presiden mempunyai fungsi yang sama dengan gerakan kelompok makar di Suriah.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Sep 2018, 17:23 WIB
Pedagang menjual kaos #2019GantiPresiden di halaman Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (10/8). Mereka memanfaatkan peluang berdagang usai deklarasi Capres dan Cawapres. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Suriah hingga kini dalam kondisi perpecahan akibat upaya penggulingan Presiden Bashar al-Assad. Misi utama kelompok radikal yang mengacaubalaukan Suriah adalah meruntuhkan sistem yang ada dan menggantinya dengan khilafah.

Di Indonesia, muncul gerakan-gerakan yang berusaha menjadikan Indonesia berpotensi hancur seperti Suriah. Hal itu tampak dari slogan mengganti pemerintahan yang sah seperti yang dilakukan gerakan 2019 Ganti Presiden.

Pendapat ini disampaikan pengamat politik Timur Tengah, M Najih Arromadoni. Ganti sistem inilah yang juga disuarakan oleh bekas Jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto yang tergabung dalam gerakan 2019 Ganti Presiden.

"Khilafah bagi mereka layaknya lampu ajaib yang bisa memberi apa saja dan menyelesaikan masalah apa saja. Tidak sadar bahwa berbagai kelompok saling membunuh dan berperang di Timur Tengah karena sedang berebut mendirikan khilafah, dan ujungnya adalah kebinasaan," kata Najih kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/9/2018). 

Alumnus Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus ini mengatakan pola gerakan 2019 Ganti Presiden mempunyai fungsi yang sama dengan gerakan kelompok makar di Suriah yang menginginkan mengganti sistem dan turunnya Presiden Bashar Al Assad.

"Saat kelompok makar di Suriah berusaha meruntuhkan sistem dan pelaksana negara, mereka mengkampanyekan slogan al-sha'b yurid isqat al-nizam (rakyat menghendaki rezim turun) dan irhal ya Basyar (turunlah Presiden Basyar)," ujar dia. 


Isu Politisasi Agama

Sebelum gerakan #2019GantiPresiden, Najih menjelaskan, pola-pola ingin menjadikan Indonesia seperti Suriah sudah lebih dulu dilakukan dengan politisasi agama.

"Indikasi menguatnya penggunaan kedok agama demi kepentingan kekuasaan, sebagaimana pernah dilakukan di Suriah, terlihat dalam banyak hal, di antaranya adalah penggunaan masjid sebagai markas keberangkatan demonstran," ujar dia.

"Jika di Damaskus masjid besarnya Jami' Umawi, maka di Jakarta Masjid Istiqlal. Adakah yang pernah menghitung, berapa kali Masjid Istiqlal diduduki pelaku berangkat demonstrasi?" ujar dia.

Selain politisasi agama, lanjut Najih, pola gerakan ini  juga berupaya menghilangkan kepercayaan kepada pemerintah dengan terus-menerus menebar fitnah murahan, bukan kritik yang konstruktif, terhadap pemerintah.

Menurutnya, sesekali Presiden Bashar al-Assad dituduh Syiah, sesekali dituduh kafir, dan pembantai Sunni.

"Dalam konteks Indonesia, Anda bisa mengingat-ingat sendiri, presiden Indonesia pernah difitnah apa saja, mulai dari Kristen, Cina, Komunis, anti-Islam, mengkriminalisasi ulama, dan sederet fitnah lainnya," ujar dia. 

 

Reporter: Iqbal Fadil

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya