Kisah Rumah Eko di Ujungberung, Terhimpit dan Tak Punya Jalan Keluar

Eko Purnomo (37) merasa pedih karena terpaksa keluar dari rumahnya akibat tak punya akses jalan lantaran terisolasi tembok rumah tetangga.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 11 Sep 2018, 23:02 WIB
Rumah milik ornagtua Eko Purnomo yang terblokade tembok rumah tetangga. (Istimewa/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Warga Ujungberung, Bandung, Eko Purnomo (37), terpaksa pindah dari rumahnya lantaran tak punya akses jalan karena terisolasi tembok rumah tetangga.

Sudah tiga tahun Eko tak lagi tinggal di rumahnya yang berlokasi di RT 05 RW 06 Kampung Sukagalih, Desa Pasirjati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Jawa Barat.

Kini ia bersama istri dan adik-adiknya mengontrak rumah di Kampung Ciporea, Kelurahaan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung. Ditemui Selasa (11/9/2018), Eko terlihat pasrah dan masih menyimpan kepedihan mendalam.

Eko mengatakan, rumah yang diwariskan orang tuanya sejak 2016 lalu tak lagi memiliki akses masuk maupun keluar rumahnya. Karena mulai dari samping kanan, kiri, depan dan belakang, rumahnya sudah terhalang bangunan tetangganya.

Ia bercerita, pada 1982, ibunya membeli sebidang tanah seluas 76 meter persegi kepada salah satu penjual tanah, yang pernah menjabat ketua RW setempat.

Alih-alih menyelesaikan pelunasan tanah, orang tuanya mengesahkan surat-surat rumah dari mulai akta hingga sertifikat pada 1998. Satu tahun kemudian rumah pun dibangun.

Eko termasuk yang cukup lama tinggal. Sejak dibangun hingga menikah pada 2008, Eko menghuni rumah tersebut. Tak lama kemudian dia mewariskannya kepada sang adik dan memilih tinggal mengontrak.

Namun pada 2016 lalu, ada seorang pendatang yang membeli tanah di depan dan samping kiri rumah secara bersamaan.

"Tidak terasa tahun 2016 ada seorang pendatang yang membeli tanah di depan rumah dan samping kiri rumah. Dulu (tak lama setelah membangun rumah) ada juga yang membeli tanah dan membangun rumah di samping kanan dan belakang rumah," tutur Eko.

Akibat dua rumah tetangga barunya berdiri di depan dan di kiri, rumah Eko sampai tidak memiliki akses jalan. Bahkan, untuk melihat rumah tersebut harus menaiki genting.

Pantauan Liputan6.com di lokasi, rumah Eko di Ujungberung, Bandung, memang sudah tak bisa terlihat lagi. Hanya tampak bangunan rumah yang mengelilingi rumah Eko.


Mencari Keadilan

Eko Purnomo bersama adiknya Bagus Tri Wahyudi menunjukkan sertifikat rumah dan denah BPN

Eko pun tak tinggal diam. Pria yang membuka usaha layanan servis handphone ini mengaku sempat ada perundingan antara dirinya, tetangga, dan penjual tanah yang disaksikan aparat kewilayahan.

Waktu itu, Eko menyanggupi pembelian jalan kepada orang tersebut antara samping kiri dan depan dengan harga Rp 10 juta. Namun, ia malah diminta membeli lahan seharga Rp 120 juta sebagai akses keluar masuk rumahnya.

"Dengan tidak membeli jalan seharusnya saya sudah punya hak karena sertifikat sudah jelas bahwa rumah saya mempunyai jalan dan tidak harus membeli," ujarnya.

Merasa tak puas, Eko aktif mendatangi aparat kewilayahan mulai dari RT, RW, kelurahan, kecamatan, Dinas Tata Ruang, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Bahkan, pihak BPN Kota Bandung pada 2017 lalu menanggapi dan merilis Surat Berita Acara Pengukuran dengan pernyataan rumah Eko harus diberi akses jalan. Dari denah yang dikeluarkan BPN, ternyata ada salah satu lahan yang diarsir sebagai tanda fasilitas umum untuk jalan. Letaknya persis di sebelah kiri rumah Eko.

Namun, saat Eko meminta hak jalan di rumahnya, BPN malah mengarahkannya ke Dinas Tata Ruang. Ia pun memperlihatkan sertifikat rumah, surat kepemilikan rumah dan denah dari BPN.

"Enam kali dibolak-balik. Dari BPN ke Dinas Tata Ruang," tegasnya.

Selama mengurusi urusan rumahnya, Eko angkat kaki dari rumahnya. Dia dan adiknya tinggal terpisah. Adik keduanya tinggal di Tanjungsari, sedangkan si bungsu masih di kawasan Ujungberung.

Eko pun sempat mengungkapkan alasan dia menjual rumah. Hal itu karena banyak usaha dilakukan, tapi tak banyak orang yang mendengar keluhannya.

Belum lama ini ia menjual rumah miliknya di laman media sosial. Dia mendeskripsikan rumahnya itu dijual dengan harga di bawah NJOP dan diberi penjelasan tak ada akses jalan.

"Saya tawarkan Rp 150 juta di bawah NJOP tanpa akses jalan. Setelah itu komentarnya beragam. Ada yang bersimpati, tapi ada juga yang mencibir karena tidak ada akses jalan. Tapi itu kenyataan," kata Eko.

Dia berharap, ada orang yang mau mendengarkan permasalahannya. Sebab, bagaimana pun, Eko bukan tinggal secara ilegal di rumah itu.

Terpisah, Camat Ujungberung Taufik Hidayat berjanji menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut lebih lama.

"Saya tadi sudah ke lokasi. Besok rencananya mau mengundang pihak-pihak terkait agar dimusyawarahkan. Sudah dikomunikasikan ke semuanya untuk hadir di kantor kecamatan jam 10 pagi," kata Taufik.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya