Menteri Rini Minta BUMN Tak Bergantung pada Dolar AS

Menteri BUMN Rini Soemarno juga meminta BUMN untuk mengatur kembali pinjaman dalam investasi untuk memenuhi kebutuhan barang modal.

oleh Merdeka.com diperbarui 12 Sep 2018, 19:30 WIB
Petugas melayani nasabah di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meminta agar seluruh BUMN tidak terlalu mengambil maupun membeli dolar Amerika Serikat (USD) di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Itu disampaikan Rini mengingat saat ini banyak BUMN yang sumber pendanaannya bergantung pada dolar AS (offshore financing).

"Jadi saya sekarang menekankan, BUMN tidak terlalu mengambil dolar dan membeli dolar di Bank Himbara, sehingga Bank Himbara bisa supply dolar ke pasar," ujar dia di Kawasan SCBD, Jakarta, Rabu (12/9/2018).

Rini mengatakan, dengan begitu Bank Himbara akan bisa memasok dolar AS ke pasar hingga mencapai 100 juta dolar AS per hari. Mengingat banyak eksportir-eksportir yang juga menjadi nasabah di Bank Himbara turut melepas dolar AS di Bank Himbara.

Selain itu, Rini juga meminta BUMN untuk mengatur kembali pinjaman dalam berinvestasi untuk memenuhi kebutuhan barang modal.

Salah satunya, dengan memanfaatkan fasilitas pinjaman 3 sampai 5 tahun dalam pinjaman jangka panjang agar penggunaan dolar AS menjadi berkurang.

"Sebagai contoh Pertamina dalam menangkan Blok Rokan kita harus bayar signature bonus kira-kira 700 juta dolar AS. Itu kita akan menarik pinjaman jangka menengah. (Pinjaman) semuanya offshore," ujar dia.

Tak hanya itu, pinjaman jangka pendek waktunya juga akan diperpanjang misalnya dari tiga bulan menjadi 12-18 bulan.

Hal ini supaya pembayaran untuk pinjaman dapat tertunda sehingga kebutuhan akan dolar AS pun dapat berkurang.

"Sehingga hanya ada perpanjangan waktu saja. Kita memang sengaja lebih baik offshore karena pembelian kita juga dolar. Tujuannya supaya kita tidak menekan rupiah kita karena dengan demikian kebutuhan kita untuk dolar AS jangka pendek sekarang kita perpanjang," tutur dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Rupiah Masih Akan Bergejolak Hingga Akhir Tahun

Petugas menunjukkan uang dolar AS di gerai penukaran mata uang di Ayu Masagung, Jakarta, Senin (13/8). Pada perdagangan jadwal pekan, senin (13/08). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh posisi tertingginya Rp 14.600. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipastikan akan terus bergerak fluktuatif hingga akhir tahun. Itu mengingat normalisasi suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) masih akan berlangsung sampai Desember tahun ini.

Pengamat ekonomi Asian Development Bank Eric Sugandi mengatakan, kenaikan suku bunga acuan yang diprediksikan naik kembali oleh the Fed memicu volatilitas mata uang rupiah.

"Sampai Federal Open Market Committee (FOMC) meeting di 18-19 Dec 2018, rupiah dan mata uang emerging markets masih akan berada dalam tekanan," tuturnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin 10 September 2018.

Pasalnya, kata Eric, arah kebijakan the Fed itu masih sangat ditunggu kepastiannya oleh para pelaku pasar dan investor.

"Ini karena para pelaku pasar financial global menunggu realisasi kenaikan US Federal Funds Rate (FFR), setidaknya 2 kali lagi sampai akhir tahun. Namun tekanan ini sifatnya akan timbul tenggelam, tergantung persepsi dan sentimen pelaku pasar," ujarnya.

Meski demikian, Eric tetap meramalkan nilai tukar rupiah akan menguat dan terjaga pada posisi Rp 14.800 hingga akhir tahun 2018 ini. "Rupiah saya perkirakan akan ada di kisaran 14.600 - Rp14.800 per dolar AS di akhir tahun ini," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya