Liputan6.com, Batam - Lepas dari borgol dan "penjara", nasib siswa Sekolah Penerbangan Nasional (SPN) Dirgantara Batam belum jelas. Siswa berinisial RS itu harus "dikurung" dalam sebuah ruangan Binaan Konseling berjeruji selama dua hari.
Kordinator Pengawasan Dinas Pendidikan Provinsi (Disdik) Provinsi Kepri Sumbaryanto mengaku sudah menerima laporan tentang hal itu. Menurut Kordinator Pengawasan Dinas pendidikan (Disdik) Kepri Sumaryanto, menyebutkan bahwa tujuan "diinapkannya" Ridho agar orangtuanya menjemput.
"Banyak tunggakan. Itu dianggap menjadi kewajiban sekolah untuk menahan anak agar tak melarikan diri," kata Sumaryanto, Rabu, 12 September 2018.
Baca Juga
Advertisement
Sumaryanto datang ke SPN Dirgantara Batam untuk menginvestigasi dan mengumpulkan fakta terkait hal itu. Ia juga menegaskan bahwa RS masih menjadi siswa.
"Jika ada administrasi yang belum selesai, berarti belum putus. Tak bisa dinyatakan berhenti," katanya.
Sekolah berhak membina siswanya sesuai tata tertib yang dibuat sekolah dan merujuk peraturan pemerintah. Dalam investigasinya, ia menyebut tak ada ruangan yang disebut sebagai sel penahanan di dalam kawasan sekolah. Investigasi dilakukan secara teliti dari lantai 1 sampai 3.
"Hanya ada tempat pemondokan. Tak ada sel di SPN Dirgantara Batam," katanya.
Ia menegaskan jika memang ditemukan pelanggaran dalam sekolah tersebut, Disdik akan membinanya terlebih dulu dan tak langsung memberi sanksi.
Simak video menarik berikut di bawah:
Ruang Untuk Pelanggar Aturan
Sementara itu, Kepala SPN Dirgantara Batam Susila Dewi meminta penggunaan borgol pada siswanya tak perlu dipersoalkan. Apalagi, Kapolres Barelang menurut Susila Dewi juga menyebutkan bahwa alasan pemborgolan karena RS sering melarikan diri.
"Ia sudah enam atau tujuh bulan tidak bersekolah. Juga, sudah empat kali lari dari sekolah. Terakhir, ia lari saat PKL di Halim Perdana Kusuma," kata Susila Dewi.
Susila Dewi juga menjelaskan bahwa tuduhan bahwa Ridho mencuri uang, sempat diakui. Namun, belakangan pengakuannya itu dianulir.
"Kami tak mempermasalahkan hal itu. Kami tetap berniat baik memberi surat pindah agar anak itu melanjutkan sekolah. Saat ini, RSmasih kelas dua," kata Kepala Sekolah.
Penggunaan ruang konseling yang berjeruji memang dilakukan untuk memberi sanksi atas pelanggaran yang dilakukan. Tak hanya persoalan lari dari sekolah, pihaknya juga akan memasukkan siswa yang merokok ke dalam ruangan itu hingga tiga hari.
"Selama pembinaan, proses belajar mengajar tetap berlangsung dan siswa tetap mengikuti," kata Kepala Sekolah.
RS disebut sudah "dibebaskan". Namun karena orangtuanya sakit, ia tak bisa dijemput. Inilah yang oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia disebut penyekapan.
Atas hal ini, KPAI mengirimkan surat ke Polresta Balerang agar kasus ini diproses secara hukum. Penegakan hukum juga harus dipantau oleh semua pihak.
Advertisement