Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak sempat menyentul level USD 80 per barel pada perdagangan Rabu. sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan pada beberapa pekan terakhir.
Vice President Coorporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, Pertamina belum memiliki rencana menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi, dengan kondisi kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
"Belum tahu," kata Adiatma, di Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari Reuters, harga minyak Brent naik USD 68 sen menjadi USD 79,74 per barel pada perdagangan Rabu. Patokan harga minyak global itu sempat menyentuh level USD 80,13 per barel, level tertinggi sejak 22 Mei.
Harga minyak berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) naik USD 1,12 menjadi USD 70,37 per barel, tertinggi dalam sepekan terakhir.
Stok minyak AS tercatat turun 5,3 juta barel pada minggu lalu, Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada hari Rabu. Sementara analis mengharapkan penurunan 805.000 barel.Faktor lain yang juga mendukung harga adalah kekhawatiran pasokan sekitar sanksi AS terhadap Iran.
Sejak musim semi, ketika pemerintahan Donald Trump mengatakan akan memberlakukan sanksi terhadap Iran, pedagang telah berfokus pada dampak potensialnya pada pasokan global. Sanksi yang akan diterapkan November ini akan mempengaruhi ekspor minyak Iran.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ketidakpastian Pasar
Menteri Energi Rusia Alexander Novak pada hari Rabu memperingatkan dampak sanksi AS terhadap Iran. “Ini adalah ketidakpastian besar di pasar - bagaimana negara-negara, yang membeli hampir 2 juta barel per hari (bph) minyak Iran, akan bertindak. Situasi harus diawasi dengan ketat, keputusan yang tepat harus diambil, ”katanya.
Novak mengatakan pasar minyak global "rapuh" karena risiko geopolitik dan gangguan pasokan, tetapi dia memastikan Rusia dapat meningkatkan produksi jika diperlukan.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak pada 2019 dalam laporan bulanannya dan mengatakan meningkatnya tantangan di beberapa negara berkembang dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global. OPEC memperkirakan pertumbuhan permintaan 1,41 juta bph pada 2019, turun 20.000 bph dari perkiraan sebelumnya.
Advertisement