Liputan6.com, Wonosobo - Kebakaran yang melanda Gunung Sindoro dan Sumbing kali ini sangat parah. Hingga Kamis, 13 September 2018, api telah menghanguskan 864 hektare kawasan dua gunung kembar ini.
Di luar upaya pemadaman secara teknis, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah pun mempertimbangkan untuk menggunakan kearifan lokal. Salah satunya, pawang hujan.
Ratusan petugas telah dikerahkan untuk memadamkan api. Namun, medan berat ditambah tiupan angin kencang menyulitkan pemadaman. Kondisi ini diperparah oleh cuaca musim kemarau dan semak yang mengering.
Helikopter pun telah didatangkan. Namun, heli milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini tak serta-merta langsung diterjunkan untuk membawa air yang lantas disiramkan di lokasi kebakaran.
Butuh pertimbangan matang menilik riwayat Sindoro-Sumbing yang rawan bagi pesawat. Lagi-lagi, medan terjal dan tiupan angin kencang menjadi risiko yang mesti ditanggung helikopter pembom air ini.
Baca Juga
Advertisement
Karenanya, saat rapat penanggulangan kebakaran Gunung Sindoro-Sumbing, pemadaman api dengan pesawat bukan opsi yang direkomendasikan. Namun begitu, tak menutup kemungkinan, helikopter akan diterjunkan jika hasil survei menunjukkan hal sebaliknya.
"Coba nanti kita lihat dulu, karena tidak tahu medannya juga. Kalau terjadi (bisa diterjunkan) ya Alhamdulillah, berani. Itu luar biasa," kata Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Tengah, Sarwa Permana, Kamis petang.
Ia juga menyarankan agar BPBD di Kabupaten Wonosobo, Temanggung, dan Magelang juga memanfaatkan kearifan lokal. Salah satunya, mengerahkan pawang hujan.
Pawang hujan diminta untuk mendatangkan hujan agar kebakaran Gunung Sindoro-Sumbing segera padam. Masyarakat sekitar juga diimbau untuk Salat Istisqa atau salat minta hujan.
Kisah Sukses di Kalimantan dan Riau
Menurut Sarwa, kearifan lokal itu perlu dipertimbangkan agar kobaran api yang telah melalap nyaris 1.000 hektar ini segera padam. Guyuran hujan akan membuat semak dan hutan basah sehingga menghambat rembetan api, atau bahkan memadamkan api.
Pengerahan pawang hujan ini juga bukan omong kosong. Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai daerah yang memiliki tim pawang hujan. Kelihaian tim pawang hujan Jawa Tengah pernah dibuktikan di Kalimantan.
"Kalimantan sudah pernah. Termasuk tim yang dari Jawa Tengah yang dibawa, termasuk ke Riau dulu," dia mengungkapkan.
Masyarakat Jawa Tengah juga akrab dengan pawang hujan. Mereka kerap menggunakan jasa pawang agar menunda atau mengalihkan hujan saat menggelar hajatan atau keperluan besar tertentu. Sebab itu, kearifan lokal ini layak dicoba untuk menjinakkan api di Gunung Sindoro dan Sumbing.
Meski demikian, dia juga menegaskan, pemadaman api dengan pengerahan pawang hujan dan salat Istisqa ini adalah upaya alternatif di luar upaya teknis yang terus dilakukan. Misalnya, dengan melokalisasi api atau menyekat titik api agar tidak semakin merembet luas.
Itu termasuk helikopter yang bakal diperbantukan untuk memadamkan api. Upaya pemadaman dengan berbagai cara ini diharapkan bisa membuat api segera padam.
"Jawa Tengah biasa, Jawa Timur biasa kaya gitu. Untuk hajat, supaya tidak hujan, kemudian hujan dipindahkan, kan begitu," dia menerangkan.
Hari ini ratusan petugas gabungan, mulai dari BPBD, TNI, Polri, relawan, dan warga dikerahkan untuk memadamkan api di dua gunung ini. Namun, lantaran medan berat dan kuatnya angin kencang, kobaran api tak bisa segera padam.
"Mudah-mudahan, (pawang hujan) Wonosobo dikerahkan. Mudah-mudahan kearifan lokalnya juga, termasuk salat minta hujan," dia menambahkan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement