Bank Sentral Turki Dongkrak Suku Bunga Acuan Jadi 24 Persen

Kenaikan suku bunga acuan itu mendorong mata uang Turki lira melompat lebih dari dua persen

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Sep 2018, 10:30 WIB
Turis asing, terutama dari Arab Saudi, mengantre di luar toko barang mewah Louis Vuitton di Istanbul, 13 Agustus 2018. Para turis memborong banyak barang-barang mewah, sebelum penjual menaikkan harga untuk memperhitungkan devaluasi lira. (AFP/Yasin AKGUL)

Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Turki menaikkan suku bunga acuan menjadi 24 persen. Suku bunga acuan itu naik 625 basis poin (bps) dari sebelumnya 17,75 persen.

Kenaikan suku bunga acuan itu mendorong mata uang Turki lira melompat lebih dari dua persen. Suku bunga acuan yang naik itu melebihi harapan pasar dengan kenaikan 300-400 basis poin.

Langkah bank sentral Turki itu mendorong lira menguat hingga sentuh level tertinggi 6,00 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Bank sentral Turki menaikkan suku bunga acuan 625 basis poin termasuk terbesar dalam 15 tahun pemerintahan Turki di bawah pimpinan Presiden Turki Tayyi Erdogan. Kenaikan suku bunga ini juga mengurangi kekhawatiran investor atas pengaruh Erdogan pada kebijakan moneter. Seperti dikutip dari laman Reuters, Jumat (14/9/2018).

Keputusan bank sentral Turki itu terjadi meski Erdogan menentang terhadap suku bunga tinggi sebelumnya. Ia menuturkan, inflasi tinggi merupakan hasil dari langkah-langkah bank sentral yang salah.

Krisis mata uang Turki telah didorong kekhawatiran tentang pengaruh Erdogan pada kebijakan moneter. Akan tetapi, sentimen pertikaian diplomatik Turki dan AS juga turut mempengaruhi.

"Sangat menyenangkan untuk melihat akal sehat yang berlaku. Kenaikan suku bunga di Turki memulihkan kredibilitas kebijakan moneter, dan itu sangat penting," ujar Head of Emerging Market Aberdeen Standard Invesments, Brett Diment.

Sementara itu, data ekonomi Turki lainnya meninjukkan inflasi mencapai 17,9 persen pada Agustus 2018. Level itu tertinggi sejak akhir 2003. Hal itu mendorong bank sentral untuk menyesuaikan posisi moneternya pada pertemuan September dalam hadapi risiko signifikan terhadap kestabilan harga.

Bank sentral mengatakan masih ada potensi kenaikan risiko terhadap prediksi inflasi Turki meski kondisi permintaan domestik melemah. "Dengan demikian, komite memutuskan untuk menerapkan pengetatan moneter yang kuat dalam stabilkan harga,".

 


Lira Menguat

Turis asing, terutama dari Arab Saudi dan Asia, mengantre di luar toko barang mewah, Louis Vuitton di Istanbul, 13 Agustus 2018. Anjloknya mata uang Lira mendatangkan keuntungan bagi para turis yang melancong ke Turki. (AFP/Yasin AKGUL)

Lira pun menguat tiga persen menjadi 6,18 terhadap dolar AS usai diperdagangkan 6,41. Mata uang lira Turki melemah 38 persen terhadap dolar AS.

Analis Credit Agricole, Guillaume Tresca menuturkan, ekonomi perlu melambat karena terlalu overheating. Kenaikan suku bunga pun diperlukan untuk kurangi depresiasi lira.

"Jelas itu akan memiliki konsekuensi negatif pada ekonomi. Akan tetapi saya mengatakan, itu kurang penting jika Anda memiliki hard landing dari pada perusahaan besar default karena depresiasi lira dan inflasi," kata dia.

Sementara itu, Piotr Matys, Analis Rabobank menuturkan, bank sentral telah mengambil langkah yang menentukan untuk memulih kepercayaan pada lira.

Selain itu, Turki juga perlu selesaikan perselisihan dengan Amerika Serikat yang mendorong lira ke rekor terendah pada bulan lalu. Matys juga menilai, Turki juga perlu seimbangkan kembali ekonomi dari proyek infrastruktur yang besar dan belanja konsumen.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya