Kata Mentan Amran soal Perbedaan Data Antar-Lembaga

Validitas data ekspor jagung diragukan karena Kementerian Pertanian melakukan ekspor sementara kebutuhan pasokan dalam negeri justru terganggu.

oleh Merdeka.com diperbarui 14 Sep 2018, 18:31 WIB
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman usai berdiskusi dengan Pimpinan KPK, Jakarta, Jumat (24/2). Pertemuan tersebut membahas tatakelola pangan sebagai sektor strategis yang menjadi salah satu prioritas KPK. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Perbedaan data antara Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, serta Kementerian Perdagangan kerap terjadi dan menjadi polemik. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menegaskan bahwa selama ini pihaknya berpegang pada data BPS.

"Jadi boleh tidak dipolemikkan? Datanya satu pintu, BPS," kata Mentan Amran saat ditemui di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (14/9/2018).

Dia menegaskan, Kementerian Pertanian akan terus mengacu pada data yang dirilis BPS. "Kami mengacu seluruh data pada BPS. Apa kata BPS itu kita ikuti," ujarnya.

Sebelumnya, anggota Komisi IV DPR RI Fauzih Amro mempertanyakan validitas data kebijakan ekspor jagung.

Validitas data ekspor jagung diragukan karena Kementerian Pertanian melakukan ekspor sementara kebutuhan pasokan dalam negeri justru terganggu.

"Ekspor jagung, salah satu yang perlu dibahas mendalam. Persoalannya, meski Kementerian Pertanian (Kementan) sudah melakukan ekspor ke luar negeri, pasokan di dalam negeri justru terganggu," ujar Fauzih Amro.

Akibat ekspor ini, kebutuhan industri pakan ternak dalam negeri menjadi tak terpenuhi. Sebesar 70 persen harga komoditas telur dan daging ayam, memang ditentukan dari harga pangan. Dengan begitu, mahalnya daging ayam dan telur dapat dipastikan berpengaruh dari harga jagung.

"Jagung sebagai salah satu bahan utama pakan ternak memang vital, kalau memang surplus, harusnya digunakan untuk dalam negeri, tapi ketika kurang dan harus impor tidak masalah, tapi itu harusnya jadi pilihan terakhir," kata Fauzih.

Fauzih mengatakan, tidak adanya kejelasan data yang sinkron antara Kementan, BPS, dan Kemendag menimbulkan polemik. "Kita repot, karena yang satu bilang jagung surplus, yang satu bilang kurang, ini mana yang akurat? siapa yang bisa kita percaya," ujarnya.

Menurut Fauzih, tidak akuratnya data dimanfaatkan mafia impor. Termasuk dugaan mafia jagung untuk pakan ternak. "Kita di Komisi IV mendorong agenda rapat gabungan dengan komisi VI, dan BPS termasuk Bulog, ini persoalan data harus diselesaikan, agar ada satu data yang digunakan," tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Produksi Dalam Negeri Tak Memenuhi Kebutuhan

Gubernur Lampung, M Ridho Ficardo mengimbau petani beralih ke tanaman jagung sebagai respons jangka pendek akibat kejatuhan harga singkong.

Sementara itu, pengamat pertanian UGM, Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan, pemenuhan kebutuhan jagung untuk produksi pakan ternak belum dapat terpenuhi dari produksi jagung dalam negeri. Karena itu, masih harus ditutup dari sektor impor.

"Kondisi sekarang tidak cukup. Padahal kalau untuk ternak itu mau tidak mau, karena skala komersial, butuh banyak," katanya.

Kebutuhan yang besar akan jagung untuk industri pakan harus tetap terpenuhi. Ketidaksiapan bahan baku untuk pembuatan pakan ternak tentunya akan memberikan efek domino terhadap harga produk peternakan, seperti telur dan daging.

"Jadi tidak bisa ditunda, harus dipenuhi," tandasnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya