DPT Ganda Dinilai Masih Akan Warnai Pilpres 2019

Menurut dia, ada beberapa perbedaan data antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Sep 2018, 19:07 WIB
Pakar The Indonesian Institute (TII), Fadel Basrianto menilai masih ada DPT ganda di Pilpres 2019. (Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar The Indonesian Institute (TII), Fadel Basrianto menilai persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda masih akan mewarnai Pilpres 2019 mendatang. Bila tak diselesaikan akan dapat mencoreng pesta demokrasi lima tahunan.

"Persoalan DPT ganda yang selalu ada. DPT satu sisi menjamin hak individu, satu lagi rawan manipulasi," kata Fadel di Kantor TII, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018).

Menurut dia, ada beberapa perbedaan data antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Ada perbedaan data dari Kemendagri, KPU, parpol. Celah manipulasi bisa terjadi, kita enggak mau ada pemilu yang rawan manipulasi," ujarnya.

Selain itu, ia menilai, hal itu terjadi karena adanya persoalan ego sektoral antara pihak penyelenggara pemilu dengan pihak Kemendagri yang masing-masing mempunyai data.

"Kemendagri bilang, kenapa enggak pakai DP4, sedangkan KPU punya mekanisme pencocokan dan penelitian sendiri sampai ke level daerah," ucap Fadel.

Ia pun mengungkapkan, semestinya data masyarakat sudah pasti terekam secara otomatis. Jadi, menurutnya tidak mungkin adanya DPT ganda.

"Saat ini kita sudah beranjak ke level e-KTP, one identitas, one ID, seharusnya semua data masyarakat sudah terekam secara otomatis dan seharusnya teknologi e-KTP digunakan betul-betul," ungkapnya.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 


Gunakan Teknologi

Ketua KPU RI, Arief Budiman (kanan) bersalaman dengan Ketua Bawaslu RI, Abhan saat menyerahkan soft copy DPT tingkat nasional di Jakarta, Rabu (5/9). Sebelumnya, KPU menggelar rapat pleno rekapitulasi DPT nasional. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Fadel menyebut, semestinya Kemendagri menggunakan teknologi secara maksimal. Terlebih dengan adanya perubahan zaman, yang mana masyarakat sudah mulai aktif.

"Seharusnya Kemendagri gunakan teknologi secara maksimal. Dalam hal ini petugas KPU masih harus tatap muka di rumah. Padahal, situasi masyarakat sudah berubah, karakternya masyarakat mobile di daerah urban. Ketika di jam kerja, pemilik rumah lagi kerja. Cara validasi data harusnya juga sudah berbeda," sebutnya.

"Caranya, lembaga terkait enggak boleh saling lempar bola. Enggak hanya di jajaran Kementerian, di level bawah, di tingkat bawah saling koordinasi," ungkapnya.

Sementara itu, Politisi PDIP Masinton Pasaribu menuturkan, semestinya KPU harus bisa bersikap secara profesional. Karena hal itu bisa membuat pemilu berjalan dengan baik tanpa ada penghilangan hak pemilih.

"Di sini menurut saya peran KPU agar setap pemilu ke pemilu berlangsung baik," ujar Masinton.

Ia juga ingin agar KPU bisa bekerja secara netral dan tidak berpihak kepada siapa pun atau kubu mana pun.

"Jangan lagi itu pro sana, pro sini. Sebagai penyelenggara harus netral dan apa pun kalau penyelenggara netral suara rakyat bisa dijamin sesuai pilihan rakyat," ujar Masinton.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya