Liputan6.com, Jakarta Pendiri Cancer Information and Support Center (CISC) Indonesia, Aryanthi Baramuli Putri, mengaku, keberadaan BPJS Kesehatan yang ada sejak 2014 sangat membantu pasien kanker dalam mengobati penyakit 'pencabut nyawa' terbesar di Indonesia itu.
Namun, ada satu hal yang rasa-rasanya perlu diperbaiki demi pelayanan yang lebih baik lagi, yaitu masalah rujukan.
Advertisement
Aryanthi, mengatakan, rujukan bagi pasien dinilai terlalu berjenjang. Sebaiknya, rujukan per tiga bulan tidak usah dibelakukan lagi bagi pasien kanker.
"Ini semua dimaksudkan untuk efisiensi biaya, baik untuk pemerintah (dalam hal ini BPJS) dan juga bagi pasien sendiri," kata Aryanthi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu, 15 September 2018.
Selain itu, khusus layanan bagi pasien kanker limfoma, harga obat-obatan yang relatif mahal tidak semua dijamin oleh BPJS.
Walaupun ada yang ditanggung BPJS, tetap saja prosedurnya terlalu panjang yang harus dilalui oleh pasien kanker.
"Belum lagi fasilitas rumah sakit yang terbatas membuat pasien mesti menunggu antrean untuk tindakan, bahkan sampai berbulan-bulan," ujarnya.
Terkait Kanker Limfoma
Agar masyarakat mendapatkan informasitepat tentang gejala, risiko, dan cara pengobatan kanker limfoma yang benar, CISC pun menjalin kerja sama dengan Ferron Par Pharmaceuticals.
Salah satu masalah nyata yang dihadapi oleh pasien limfoma adalah mahalnya harga obat-obatan. PT Ferron Par Pharmaceuticals sebagai salah satu pemasar obat kanker untuk terapi limfoma telahmemproduksi obat hasil pengembangan bendamustin, yakni Fonkomustin.
Advertisement