Liputan6.com, Garut - "Mulutmu, harimau mu," demikian peribahasa mengingatkan bahaya ucapan seseorang yang bisa berujung petaka.
Pernyataan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Garut, Jawa Barat Djajat Darajat yang menyatakan 'guru honorer ilegal dan seluruh tanda tangan rapor siswa yang ditandatangi guru honorer tidak sah,' berbuntut panjang.
Rencananya, selama dua hari terhitung Senin-Selasa (17-18/9/2018) besok, ribuan guru honorer dari SD hingga SMA akan melakukan mogok mengajar. Mereka gusar akibat pernyataan yang dianggap melecehkan dan merendahkan martabat pengajar.
Bahkan, selain mogok mengajar, mereka pun akan melanjutkan aksinya dengan menggelar demo jalanan secara besar-besaran keesokan harinya, di depan kantor Bupati dan DPRD Garut dengan tema 'Jihad Guru'.
"Kami ingin menuntut SK tugas atau SK dari Bupati untuk guru honorer," ujar Ketua PGRI Garut, Mahdar, Minggu (16/9/2018).
Menurutnya, aksi solidaritas yang akan digalang guru honorer dan guru PNS Garut tersebut, merupakan balasan atas pernyataan tidak simpatik yang dilontarkan pejabat dinas pendidikan. "Kami minta Pak Bupati agar tidak memperpanjang lagi status Plt yang bersangkutan," pinta dia.
Baca Juga
Advertisement
Bukan hanya itu, rencannya aksi yang digawangi guru PNS dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan guru honorer yang tergabung dalam Forum Aliansi Guru dan Karyawan (FAGAR) itu, akan menuntut penerbitan SK penugasan Bupati bagi guru honorer, sehingga keberadaan mereka tidak dianaktirian.
"Karena tidak ada surat tugas Bupati, ada sekitar 522 guru yang sudah lolos sertifikasi, tapi tidak dapat sertifikasi ," ujarnya.
Ketiga, lembaganya ujar dia, akan meminta pemerintah pusat dan DPR RI merevisi Undang-undang ASN. Upaya itu, untuk memperjuangkan nasib guru honorer yang berusia di atas 35 tahun. "Masa pengabdian puluhan tahun harus gugur (tidak jadi PNS) karena aturan itu," ujar dia.
Ketua FAGAR Garut Cecep Kurniadi menambahkan, aksi mogok ribuan guru honorer itu sebenarnya sudah dimulai Sabtu, 15 September 2018 kemarin, tepatnya sejak ujaran itu mencuat sehari sebelumnya, Jumat, 14 September 2018 lalu.
Ribuan guru langsung bereaksi menentang dengan mogok mengajar, yang menganggap pernyataan itu sebagai penghinaan. "Kita lanjutkan Senin (mogok mengajar), dan Selasa kita turun ke jalan untuk aksi," ujarnya.
Ada beberapa titik kumpul yang akan dijadikan pertemuan para guru sebelum menggelar aksinya. Selain sekitar Jalan Pembangunan depan Mesjid Muhammadiyah, juga sekitar kampus STKIP. "Tetapi para guru harus tetap berpakaian sopan," pinta dia.
Kegiatan Belajar Terganggu
Reaksi keberatan terhadap pernyataan 'guru honorer ilegal' terus meluas, selain di sekolah yang berada di kota Garut, rencananya seluruh sekolah yang berada di 42 kecamatan Garut pun akan ikut mogok.
"Kami semua tersinggung dan merasa dilecehkan profesi sebagai guru," ujar Asep Mulyatin, salah seorang guru honorer di Kecamatan Limbangan.
Sejak kemarin, sekitar 700 guru di Kecamatan Limbangan mulai mogok mengajar, bahkan ratusan guru di kecamatan Cisurupan yang berada di Garut tengah pun, tak ketinggalan.
Mereka lebih memilih berkumpul di lapangan tanpa aktivitas mengajar, sambil melakukan aksi demo membentangkan berbagai atribut penolakan yang ditujukan kepada Plt Kepala Dinas Pendidikan Garut. "Puncaknya Senin, kami akan 'Jihad Guru', memperjuangkan nasib kami," ujar Asep menambahkan.
Dampak aksi mogok mengajar dan rencana aksi demonstrasi ribuan guru honorer terasa sangat besar. Para orangtua siswa mulai mengeluhkan kondisi tidak adanya proses belajar mengajar.
"Mau demo silahkan, asal jangan mengaburkan kewajiban mengajar bagi siswa," ujar Susi (45), salah seorang wali murid SDN 2 Tarogong.
Sejak ungkapan diskriminatif Plt. Kepala Dinas Pendidikan mencuat, ia bersama orangtua siswa lainnya, langsung kena imbasnya. Pihak sekolah terpaksa menghentikan aktivitas belajar. "Tapi kok malah (siswa) jadi korban," ujarnya menambahkan.
Rencananya libur sekolah berlangsung selama dua hari mulai Senin hingga Selasa, 18 September 2018. "Kalau alasannya guru honorer demo, kenapa sekolah libur, kan masih ada guru PNS," dia menambahkan.
Tidak hanya SD, aktivitas libur sekolah pun merembet ke tingkat pra sekolah. Angga (33), salah satu orang tua siswa mengaku, jika anaknya yang bersekolah di TK Rum Sari, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul terpaksa libur akibat demo itu.
"Katanya sudah instruksi dari PGRI," ujarnya.
Ia pun meradang, sebab akibat pernyataan Plt. Kadis Pendidikan, merembet hingga terganggunya aktivitas belajar mengajar. "Sayang walau libur dua hari juga, sebab pada prinsipnya, kegiatan itu (demo) harusnya jangan mengorbankan aktivitas belajar," dia menegaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement