Langkat Kebanjiran, Sukoharjo dan Sragen Malah Krisis Air

Warga setempat akhirnya membeli air galon untuk keperluan memasak selama krisis air melanda. Harganya Rp5.000/galon hingga Rp10.000/galon.

Oleh SoloPos.com diperbarui 17 Sep 2018, 10:02 WIB
Anggota FKMSM memberikan bantuan air bersih kepada warga di Dusun Gunung Botak, Karangmojo, Weru, Sukoharjo, Minggu (16/9 - 2018). (Solopos/Bony Eko Wicaksono)

Sukoharjo - Saat warga di Pulau Sumatera sudah menikmati hujan, bahkan sejumlah kota mengalami kebanjiran, penduduk di Pulau Jawa, seperti warga Sukoharjo dan Sragen masih mengalami kekeringan karena hujan tak kunjung turun. Akibatnya, sejumlah wilayah mengalami krisis air.

Warga Desa Alasombo dan Desa Karangmojo, Kecamatan Weru, Sukoharjo, terpaksa membeli air galon untuk memasak. Sementara bantuan air bersih digunakan untuk mandi, mencuci, dan memberi makan hewan ternak.

Seorang warga Dusun Gunung Botak, Desa Karangmojo, Weru, Darmuji, mengatakan debit air sumur galian menyusut drastis saat musim kemarau. Padahal, air sumur galian itu menjadi satu-satunya sumber air untuk memasak.

Warga setempat akhirnya membeli air galon untuk keperluan memasak selama krisis air melanda. Harganya Rp5.000 per galon hingga Rp10.000 per galon. Jika jumlah anggota keluarga lebih dari lima orang, satu galon air habis dalam sehari.

"Namun jika hanya keluarga kecil bisa digunakan selama tiga hari-empat hari," kata Darmuji saat berbincang dengan Solopos.com di sela-sela penyerahan bantuan air bersih dari Forum Komunikasi Masyarakat Sukoharjo Makmur (FKMSM), Minggu, 16 September 2018.

Warga setempat sangat membutuhkan pasokan air bersih saat pagi hari. Para pekerja dan pelajar membutuhkan air bersih untuk mandi.

Sementara ibu rumah tangga (IRT) membutuhkan air bersih untuk mencuci dan memasak. Mereka kesulitan mendapatkan air bersih sejak empat bulan lalu.

Jumlah warga yang mengalami krisis air bersih lebih dari 700 keluarga tersebar di sejumlah dusun. "Setiap musim kemarau, kami membeli air galon setiap hari. Air menjadi barang langka sehingga penggunaannya harus irit," ujar dia.

Kepala Desa Alasombo, Kecamatan Weru, Suwardi, mengatakan pemerintah desa telah berulang kali mengajukan permintaan bantuan air bersih ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukoharjo selama empat bulan ini.

Bantuan air bersih tak hanya dikirim pemerintah tapi juga perusahaan maupun komunitas masyarakat yang peduli terhadap kondisi warga setempat yang kesulitan air bersih.

Di Desa Alasombo, jumlah warga yang mengalami krisis air sebanyak 144 keluarga. Mereka berdomisili di lereng perbukitan yang minim sumber air.

"Ada penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (pamsimas) namun tak bisa digunakan secara maksimal sehingga mereka masih mengandalkan bantuan air bersih," papar dia.

Sementara itu, Ketua FKMSM, Nursalam, menyatakan bantuan air bersih berupa 20 unit mobil tangki bagi warga Desa Karangmojo dan Alasombo. Pemberian bantuan air bersih merupakan agenda kegiatan setiap tahun.

Selain bantuan air bersih, FKMSM menggandeng Solo Peduli melaksanakan pengobatan gratis untuk warga setempat. "Kegiatan pemberian bantuan air bersih telah berjalan tiga tahun. Pada 2017, kami memberikan bantuan air bersih berupa 10 unit mobil tangki. Ini wujud kepedulian kami terhadap sesama yang membutuhkan," kata dia.

 

Baca berita menarik lainnya di Solopos.com.


32 Desa di Sragen Alami Krisis Air

Anggota Satgas BPBD Sragen mengantar bantuan air bersih kepada warga di Dukuh/Desa Poleng RT 008, Gesi, Sragen, Sabtu (15/9 - 2018). (Solopos/Tri Rahayu)

Musim kemarau belum ada tanda-tanda akan berakhir hingga pertengahan September 2018. Krisis air bersih pun meluas tidak hanya di 28 desa di tujuh kecamatan sesuai hasil pemetaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen.

Data terakhir, Sabtu (15/9/2018), jumlah desa yang mengalami krisis air bersih bertambah menjadi 32 desa di tujuh kecamatan tersebut.

Sejumlah komunitas masyarakat tak henti-hentinya bersedekah air bersih ke puluhan desa itu. Para karyawan RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang diinisiasi salah satu pegawai RSUD, Yanti, menggalang dana dari bangsal ke bangsal untuk membantu warga terdampak krisis air.

Inisiatif yang muncul dari diskusi di grup media sosial yang diikuti 400 karyawan itu hanya direspons 10%. Saat Yanti meminta sumbangan seikhlasnya, ada yang mau kasih dan ada yang tidak.

"Akhirnya terkumpul dana untuk cukup membeli air bersih enam tangki. Sedekah air bersih itu pun kami bagikan langsung kepada warga di wilayah utara Bengawan Solo. Dari cerita orang di sana ternyata mau mandi saja susah, kadang sehari mandi sehari tidak mandi. Alhamdulillah, kami mewakili RSUD bisa meringankan beban mereka,” ujar Yanti, Sabtu.

Bantuan lainnya juga terus mengalir, seperti dari alumni Saverius, Satuan Sabhara Polres Sragen, dan seterusnya. Bantuan air bersih ada yang langsung lewat BPBD Sragen dan kadang langsung lewat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sragen dan swasta.

“Kalau mengandalkan dari APBD tidak mencukupi. Jumlah desa yang krisis air bersih meluas dari 28 desa menjadi 32 desa," kata pejabat BPBD Sragen, Giyanto, kepada Solopos.com, Sabtu siang.

Tambahan empat desa yang menyusul krisis air yakni Desa Bagor dan Gilirejo Lama di Kecamatan Miri, Karanganom di Sukodono, dan Jati Tengah Sukodono.

Data yang tercatat dan terdistribusi lewat koordinasi BPBD sejak awal Juni hingga pertengah September ini sebanyak 381 tangki dengan kapasitas 4.000-8.000 liter per tangki atau total 2,21 juta liter.

Satuan tugas BPBD Sragen sigap merespons setiap keluhan masyarakat yang membutuhkan air bersih tanpa melihat waktu. Seperti anggota Satgas BPBD Sragen, Joko Ari Atmojo, yang lebih dikenal dengan sapaan Demang sering mengirim bantuan air bersih pada malam hari.

"Pada malam 1 Sura kemarin [Senin malam, 10/9/2108], kami dihubungi warga Dawung, Jenar. Malam itu ditunggu sampai pukul 24.00 WIB. Pernah juga kirim ke Gemantar, Mondokan, dan Pagak, Sumberlawang. Kami biasanya kirim empat hari sekali," kata Demang saat berbincang di sela-sela pengiriman air bersih di Desa Poleng, Gesi, Sragen, Sabtu siang.


Ratusan Rumah Terendam Banjir di Langkat

Ilustrasi Foto Banjir (iStockphoto)​

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menyampaikan sebanyak 775 rumah terdampak banjir, termasuk persawahan dan juga tanggul mengalami kerusakan.

Kepala Pelaksana Harian BPBD Langkat Irwan Sahri, di Stabat, Senin menjelaskan dampak banjir terparah berada di Kecamatan Stabat, Kecamatan Wampu dan Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Secanggang, akibat hujan deras yang terjadi yaitu tanah longsor dan pohon tumbang di Dusun V Desa Setungkit Kecamatan Wampu.

Sementara itu, juga terjadi meluapnya air sungai Kapal Keruk melintasi tanggul di Dusun V Desa Kepala Sungai Kecamatan Secanggang, di mana air merendam pemukiman warga di beberapa Dusun di Kecamatan Stabat, termasuk merendam 30 hektare persawahan yang ada, katanya.

Adapun kawasan yang terdampak banjir yaitu Desa Pantai Gemi Kecamatan Stabat berada di Dusun II sebanyak 75 rumah, persawahan lima hektare, Dusun III A sebanyak 80 rumah, Dusun III B sebanyak 67 unit rumah dan lima hektare persawahan.

Ada juga kawasan terdampak banjir yang berada di Dusun IV A sebanyak 150 rumah, enam hektare persawahan, Dusun IV B sebanyak 50 rumah dengan lima hektare persawahan, Dusun V sebanyak 190 rumah dan tiga hektare persawahan, Dusun VI sebanyak 175 rumah dan lima hektare persawahan, Desa Sudimulio 40 rumah, katanya.

Selain itu, Desa Harapan Maju Kecamatan Sei Lepan 20 rumah, Dusun Sukabeno Kecamatan Stabat dan tiga rumah yang beraad di bantaran sungai Wampu Kecamatan Stabat.

"BPBD juga sudah melakukan berbagai pembersihan termasuk menimbun tanggul yang bocor bersama dengan masyarakat sekitarnya, untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan terjadi," katanya, dilansir Antara, Senin (17/9/2018).

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya