Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia berencana fokus beroperasi di tambang bawah tanah. Rencana ini merupakan bagian dari strategi pengembangan korporasi pasca divestasi saham 51 persen.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Bambang Susigit mengatakan, untuk menggarap proyek tambang bawah tanah tersebut, Freeport Indonesia bakal berinvestasi sekitar USD 7 miliar untuk periode 2014 hingga 2021.
"Tahun 2014 sampai 2021 membutuhkan USD 7 miliar, terutama untuk pengembangan tambang bawah tanah. Itu di luar kewajiban pembangunan smelter," ujar dia dalam diskusi, Grand Hyatt Hotel, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Tak hanya itu, menurut Bambang, Freeport bahkan telah mengeluarkan rencana investasi untuk periode 2022 sampai 2041. Besaran investasi yang direncanakan yaitu USD 10 miliar.
Sementara itu, Praktisi Pertambangan Milawarma mengakui Freeport memang harus melakukan investasi yang besar. Hal ini karena karakteristik tambang yang cukup sulit dan berada di remote area.
"Itu sangat berisiko tinggi sehingga membutuhkan modal yang besar," kata dia.
Selain itu, investasi dari segi penerapan teknologi serta peningkatan sumber daya manusia atau SDM juga mutlak diperlukan.
"Begitu pula dengan teknologi dan sumber daya manusia. Tidak akan berjalan kalau hal tersebut tidak dimanajemen dengan baik," ujar dia.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Impor Barang dan Jasa Freeport Masih Tinggi
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan kebijakan peningkatan penggunaan barang dan jasa dalam negeri untuk sektor ESDM, diantaranya sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba).
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan, aturan baru itu untuk mengontrol penggunaan barang dan jasa dari luar negeri. Selama ini penggunaan barang dan jasa dari luar negeri di sektor tambang masih sangat tinggi. Salah satu perusahaan yang menjadi sorotan adalah PT Freeport Indonesia (PTFI).
Dengan adanya kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), diharapkan Freeport bisa mengendalikan penggunaan komponen impor. "Kemarin terbit tentang penggunaan barang dan jasa luar negeri, mudah-mudahan ke depan bisa turun karena PTFI masih tinggi," kata Bambang, di Jakarta, Senin 17 September 2018.
Bambang mengungkapkan, untuk penggunaan tenaga kerja asing, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut saat ini mempekerjakan 134 pekerja asing. Jumlah ini mengalami penurunan sejak 2008 karena Kementerian ESDM tidak memberikan rekomendasi setelah kontrak habis.
"Ada 134 tenaga asing, relatif kecil mulai turun dari 2008 yang mencapai 300 orang. Permohonan 2018 itu 200 orang tapi rekomendas yang keluar hanya 134 orang. Tidak kami rekomen begitu kontrak mereka habis," ujar dia.
Adapun kebijakan yang mengatur penggunan barang dan jasa dalam negeri yang bertujuan untuk menekan impor adalah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM yang ditanda tangani Ignasius Jonan pada 5 September 2018, yakni Kepmen ESDM Nomor 1952 K/84/MEM/2018 tentang Penggunaan Perbankan di Dalam Negeri atau Cadangan Perbankan di Luar Negeri untuk Penjualan Mineral dan Batubara ke Luar Negeri.
Kebijakan tersebut mewajibkan seluruh pelaku industri minerba melakukan transaksi hasil ekspor, dengan menggunakan rekening bank dalam negeri. Tujuannya kebijakan tersebut adalah mengembalikan seluruh hasil penjualan komoditas minerba ke dalam negeri, sekaligus memperkuat devisa negara.
Kebijakan berikutnya adalah, Kepmen ESDM Nomor 1953 K/06/MEM/2018 tentang Penggunaan Barang Operasi, Barang Modal, Peralatan, Bahan Baku dan Bahan Pendukung Lainnya yang Diperoleh Dalam Negari pada Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.
Atas terbitnya Kepmen tersebut, badan usaha yang bergerak di sektor Migas, Minerba, Ketenagalistrikan dan EBTKE wajib menggunakan barang yang diproduksi di dalam negeri, sepanjang memenuhi spesifikasi, waktu penyerahan dan harga.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement