Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal lanjutkan pelemahan pada perdagangan saham Selasa pekan ini (18/9/2018).
Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pesimistis atas pertemuan Amerika Serikat (AS) dan China dinilai menjadi sentimen eksternal yang pengaruhi gerak IHSG.
"Pernyataan itu akan menekan China dengan hukum baru sekaligus dapat mengusik pelaku pasar kembali atas ketidaknyamanan tersebut," tutur Fund Manager PT Valbury Capital Management Suryo Narpati dalam ulasannya, Selasa pekan ini.
Baca Juga
Advertisement
Tak hanya itu, Suryo menambahkan, pernyataan Trump itu berdampak pula pada perdagangan saham global. "Selain melemahkan pasar global, ini juga akan memberatkan IHSG untuk melaju di teritori positif," ujar dia.
Suryo menilai, pernyataan mantan wakil perdagangan AS Robert Holleyman mengenai perubahan mendasar tuntutan AS terhadap ekonomi China membuat pembicaraan antar kedua negara sulit menemukan titik terang.
"Memang kepastian pertemuan kedua negara ini belum dirilis, tetapi jelas ini mengoyahkan market global," kata dia.
Sementara itu, Head of Research Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi Taulat mengatakan, IHSG masih menunjukan indikasi pelemahan. Lanjar berpendapat, secara teknikal IHSG bakal terproyeksi bearish dalam rentang 5.768-5.904.
Pada Selasa pekan ini, saham rekomendasi untuk dibeli, menurut Suryo antara lain PT Astra International Tbk (ASII), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
Sedangkan menurut Lanjar, saham yang dapat dicermati adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), serta PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).
IHSG Tergelincir 1,8 Persen pada Perdagangan Kemarin
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) betah di zona merah. Hal itu didorong rilis data neraca perdagangan Indonesia masih defisit pada Agustus 2018.
Pada penutupan perdagangan saham, Senin 17 September 2018, IHSG merosot 107,02 poin atau 1,8 persen ke posisi 5.824,25. Indeks saham LQ45 turun 2,44 persen ke posisi 913,97.
Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan. Sebanyak 244 saham melemah sehingga menekan IHSG. 122 saham menguat dan 121 saham diam di tempat.
Pada penutupan perdagangan, IHSG sempat berada di level tertinggi 5.911,65 dan terendah 5.811,92. Transaksi perdagangan saham tidak terlalu ramai. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 373.743 kali dengan volume perdagangan saham 7,4 miliar saham.
Nilai transaksi harian saham Rp 4,9 triliun. Investor asing jual saham Rp 322,27 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 14.871.
10 sektor saham kompak tertekan. Sektor saham aneka industri turun 3,07 persen, dan catatkan penurunan terbesar. Disusul sektor saham infrastruktur tergelincir 2,5 persen dan sektor industri dasar melemah 2,49 persen.
Saham-saham yang mampu menguat di tengah tekanan IHSG antara lain saham BGTG naik 34,88 persen ke posisi Rp 116 per saham, saham PKPK melonjak 34,72 persen ke posisi Rp 194 per saham, dan saham BBHI melonjak 34,59 persen ke posisi Rp 214 per saham.
Sementara itu, saham NUSA melemah 24,55 persen ke posisi Rp 252 per saham, saham GDST turun 10,11 persen ke posisi Rp 169 per saham, dan saham FILM susut 10,07 persen ke posisi Rp 1.205 per saham.
Di bursa saham Asia, seluruh indeks saham acuan kompak tertekan. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 1,3 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi melemah 0,66 persen, indeks saham Thailand turun 0,25 persen.
Selain itu, indeks saham Shanghai tergelincir 1,11 persen, indeks saham Singapura susut 0,63 persen dan indeks saham Taiwan melemah 0,36 persen.
Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, pelemahan IHSG didorong faktor internal dan eksternal. Dari eksternal, rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk pertahankan rencananya memberlakukan tarif terhadap barang impor China senilai USD 200 miliar turut menekan IHSG.
Sedangkan internal, melebarnya defisit neraca perdagangan Indonesia menjadi USD 1,02 miliar pada Agustus 2018 dari konsensus sebesar USD 680 juta turut menekan IHSG. Nafan menuturkan, hal itu juga mempengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Sentimen itu juga membuat pelaku pasar lebih memilih wait and see. Hal itu ditunjukkan dari nilai transaksi harian hanya Rp 4,9 triliun.Padahal biasanya di antara Rp 6 triliun-Rp 7 triliun.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement