Menjaga Gunung Prau Tempat Bersemayamnya Dewa-Dewa

Untuk memastikan keamanan Gunung Prau, pengelola basecamp pun menerjunkan petugas patroli

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 18 Sep 2018, 13:01 WIB
Aktivitas Gunung Prau tetap normal meski Gunung Sindoro dan Sumbing terbakar hebat. (Liputan6.com/Misyadi untuk Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Wonosobo - Mendadak, aktifitas pendakian di dua gunung kembar Sindoro-Sumbing, Jawa Tengah berhenti. Nyaris dua pekan, tepatnya sejak, Jumat 7 September 2018, pekan lalu, Gunung Sindoro terbakar. Menyusul kemudian, nyala api mulai berkobar-kobar di Gunung Sumbing.

Aktivitas berubah dari yang mula-mula bernuansa rekreatif menjadi tegang karena suara gemuruh kobaran api yang terus berusaha dijinakkan oleh tim gabungan.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah bahkan menerjunkan dua helikopter Water bombing atau pembom air untuk memadamkan kebakaran di dua gunung ini. Api di Sindoro, padam. Adapun Sumbing, hingga Senin, 17 September 2018, masih terbakar hebat.

Terbakarnya dua gunung kembar ini pun sontak memicu kekhawatiran terjadinya hal serupa di gunung ketiga yang berada di kawasan yang sama, Gunung Prau. Berbeda dari Sindoro dan Sumbing, jalur pendakian Gunung Prau tetap dibuka.

Gunung Prau dikenal sebagai salah satu favorit pendakian di Jawa Tengah. Medannya cenderung landai, tanpa tanjakan yang cukup berarti. Dari Basecamp Petakbanteng, pendaki hanya butuh waktu dua hingga tiga jam menuju puncak.

Biasanya, para pendaki mengejar terbitnya matahari di puncak Gunung Prau. Panorama matahari terbit ini bukan main indahnya. Dari puncak Gunung Prau, tampak Gunung Sindoro-Sumbing menyambut matahari pagi yang mulai mengintip di ufuk timur.

Menyaksikan keindahannya, tak salah rasanya jika hingga sekarang, sebagian masyarakat meyakini Gunung Prau adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa. Apalagi, Gunung Prau berada satu kawasan dengan Dataran Tinggi Dieng yang konon menjadi persemayaman para hyang atau dewa.

Misyadi, pengelola basecamp Petakbanteng, Kejajar, Wonosobo, berpendapat penutupan jalur pendakian justru memicu pendakian liar. Jumlah pendaki dan aktivitas tak terkontrol justru berpotensi memicu masalah baru.

"Di pos pendakian pendaki Gunung Prau diberi pengarahan antara lain tidak diperbolehkan menyalakan api unggun. Api boleh dengan peralatan portable gas," dia menerangkan.


Upaya Mencegah Kebakaran Gunung Prau

Penananam pohon dilakukan tiap tahun di Gunung Prau. (Liputan6.com/Misyadi untuk Muhamad Ridlo)

Pendakian normal juga memastikan selalu ada aktivitas yang relatif mengurangi potensi pembalakan liar di Gunung Prau. Untuk memastikan keamanan Gunung Prau, pengelola basecamp pun menerjunkan petugas patroli. Mereka mesti menajamkan mata dan pasang telinga di mana-mana.

"Kalau terjadi kebakaran akan cepat diketahui titik apinya di sebelah mana. Juga untuk menjaga apabila ada pembalakan liar," ucap Misyadi.

Mereka menempatkan petugas khusus di pos pendakian atas, atau atas area camping. Seluruh basecamp Gunung Prau, baik di Kabupaten Wonosobo maupun Banjarnegara telah menyepakati untuk menerjunkan relawan penjaga demi keamanan hutan.

Mereka akan disiagakan di pos pendakian selama musim kemarau, terutama malam hari. Mereka sekaligus mengawasi perilaku pendaki agar jangan sampai membuat aktivitas yang dapat memicu kebakaran. Contohnya, membuang putung rokok atau membuat api unggun.

"Tugasnya mengantisipasi, memantau agar tak terjadi kebakaran," katanya.

Menurut Misyadi, pengelola basecamp pun menyadari bencana kebakaran juga mengancam hutan Gunung Prau. Wilayah paling rawan kebakaran terletak di sisi utara dan timur Gunung Prau yang masuk wilayah Kabupaten Kendal dan Batang.

Meski terdapat jalur pendakian, namun jalur itu jarang dilalui pendaki karena memiliki jarak tempuh yang lebih jauh. Hutan di bagian utara dan timur Gunung Prau itu pun jarang terjamah dan masih cukup rimbun. Wajar, aksi pembukaan lahan oleh warga lebih berpotensi terjadi wilayah tersebut.

Dikhawatirkan, pembukaan lahan dilakukan dengan cara membakar hutan sehingga dapat merusak ekosistem hutan. Sayangnya, wilayah itu sulit terpantau dan terjangkau oleh pihaknya yang berada di sisi selatan Gunung Prau.

Adapun di sisi selatan Gunung Prau atau wilayah Dieng, Misyadi meyakini lebih aman dari aksi pembukaan lahan oleh warga. Padatnya aktivitas pendakian melalui jalur ini ikut meminimalisasi potensi pembukaan lahan oleh oknum tak bertanggung jawab.


Generasi Penerus Penjaga Gunung Prau

Pengenalan alam untuk siswa SD di Gunung Prau. (Liputan6.com/Misyadi untuk Muhamad Ridlo)

Langkah menjaga Gunung Prau agar lestari ini rupanya tak hanya dilakukan usai maraknya kebakaran di Jawa Tengah. Sejak bertahun-tahun lalu, pengelola basecamp di Gunung Prau berupaya melestarikan hutan di gunung ini.

Secara visual, Gunung Prau dianggap lekat dengan gambaran berlimpahnya air. Ia menggambarkan bahtera yang dikelilingi ombak. Gunung Prau sebagai perahu, perbukitan di sekelilingnya adalah ombak-ombak yang berkejaran.

Pertanda ini dipahami masyarakat untuk mengembalikan Gunung Prau seperti dalam legenda, dengan mata air berlimpah ruah. Pepohonan hijau diyakini akan mengembalikan kondisi Gunung Prau sebagaimana muasalnya.

Tiap tahun pada pertengahan musim penghujan, pengelola dan perhutani selalu mereboisasi area hutan, maupun penananam kayu keras di lahan pertaian warga. Tanaman yang dipilih adalah cemara angin.

"Itu sesuai dengan usul warga sini. Katanya vegetasi asli Gunung Prau," dia menjelaskan.

Tak hanya itu, pendidikan mencintai dan melestarikan alam pun diajarkan kepada anak-anak sekolah. Sejak usia dini, mereka diajari untuk mencintai alam.

Salah satunya dengan mengajak siswa SD berwisata Outbond, sembari mengenal alam. Di akhir kegiatan, mereka juga akan belajar menanam pohon, sebagai bukti kecintaannya terhadap alam.

Di luar itu, tiap tahun, secara rutin pengelola basecamp juga menyisihkan kas hasil tiket pendakian untuk membeli buku bacaan yang dibagikan ke anak-anak, khususnya di Desa Petakbanteng.Tentu, di dalamnya terselip buku-buku yang mengajarkan tentang alam.

Di luar kegiatan itu, pengelola juga menyisihkan pendapatan untuk memperbaiki jalan perkampungan yang rusak, memperbaiki musala dan rutin memberi santunan anak yatim dan kaum duafa.

"Ada juga bedah rumah untuk rumah tidak layak huni," Misyadi mengungkapkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya