BPH Migas Pacu Sub Penyalur agar Genjot Program BBM Satu Harga

Untuk mempercepat program BBM satu harga dibutuhkan implementasi sub penyalur BBM subsidi.

oleh Bawono Yadika diperbarui 18 Sep 2018, 15:06 WIB
Sosialisasi implementasi sub penyalur dalam rangka percepatan penerapan BBM satu harga (Foto:Liputan6.com/Bawono Y)

Liputan6.com, Pontianak - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mensosialisasikan implementasi sub penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di Kabupaten Kubu Raya, Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Ini untuk mempercepat program BBM satu harga secara nasional.

Pada kesempatan ini, anggota komite BPH Migas Muhammad Ibnu Fajar mengatakan, konsep sub-penyalur ini ialah salah satu upaya mengurangi praktik ilegal Pertamini yang pertumbuhanya kian masif di masyarakat. 

"Pertamini memang membantu sekali untuk teman-teman yang katakanlah butuh bensin dalam kondisi tertentu, tetapi ini ilegal. Salah satu upaya dari BPH Migas ini melalui konsep sub-penyalur," tutur dia di Hotel Gardenia, Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (18/9/2018).

Selain itu, kata dia, konsep sub-penyalur bertujuan untuk memperluas pendistribusian sub-penyalur sendiri di Indonesia, termasuk di antaranya untuk di daerah-daerah di Kalimantan.

"Ada 7.455 penyalur di seluruh Indonesia. Jumlah ini masih kurang untuk luas Indonesia yang sebesar 1.9 juta km persegi (km2), itu masih kecil," ujar dia.

"Jadi bisa dibayangkan coverage harian penyalur ini cuma 30 ribu km2. Makanya konsep sub-penyalur ini terobosan, memperbanyak penyalur resmi dengan investasi murah. Kalau investasi reguler kan biayanya mahal," tambah dia.

Ibnu menambahkan, kehadiran sub-penyalur di masyarakat juga diharapkan dapat menjangkau daerah-daerah 3T yakni Tertinggal, Terdepan, dan Terluar di Indonesia. "Tak lupa untuk kebutuhan daerah-daerah 3T juga," kata dia.

Seperti diketahui, distribusi konsep sub-penyalur ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah Yang Belum Terdapat Penyalur.

Hingga kini, Kalimantan telah memiliki 2 sub-penyalur. Itu termasuk dengan sub-penyalur yang ada di Kabupaten Kubu Raya. "Makanya kita dorong terus ini," ujar Ibnu.

 


Lembaga Penyalur BBM Satu Harga Beroperasi di Teluk Bintuni

Petugas mengisi BBM ke kendaraan konsumen di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Senin (2/7). PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Pertamax, Pertamax Turbo dan Pertamina Dex mulai dari Rp500 hingga Rp900 per liter mulai 1 Juli 2018. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Lembaga penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga, berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBU-N) 88.983.03 di Kelurahan Bintuni Timur, Distrik Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni‎ Papua Barat resmi beroperasi.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M. Lobo Balia mengatakan, peresmian BBM Satu Harga di Teluk Bintuni merupakan wujud komitmen pemerintah untuk menyediakan energi berkeadilan bagi masyarakat. SPBU-N Teluk Bintuni merupakan titik ke 14 yang telah diresmikan oleh Pertamina pada 2018.

“Peresmian ini wujud pelaksanaan program pemerintah dan ditargetkan 73 titik di tahun 2018,” ‎kata Lobo, di Jakarta, Jumat 14 September 2018.

‎Lembaga penyalur ini melengkapi empat lembaga penyalur teridir dari 3 SPBU Kompak dan satu SPBU-N yang telah ada di Teluk Bintuni sebelumnya, sehingga total 5 lembaga penyalur telah beroperasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut. Adapun pasokan BBM dipasok dari Terminal BBM Sorong.

Terkait dengan isu penambahan kuota, Lobo menjelaskan bahwa kuota ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan serta permintaan dari Pemerintah Daerah. “Pihak Pemerintah Daerah dapat mengajukan permohonan yang dikirimkan ke BPH Migas dan kemudian akan dihitung serta disusun berdasar kebutuhan permintaan,” ujar Lobo.

Selain penambahan kuota, Lobo juga menjelaskan alternatif lain untuk masyarakat agar mudah mendapatkan BBM yakni dengan mendirikan sub penyalur, dengan mekanisme pengajuan pembelian ke SPBU oleh kelompok masyarakat dimana ongkos angkutnya di tentukan oleh bupati setempat hingga sampai ke nelayan.

Regional Manager Retail Fuel Marketing PT Pertamina MOR VIII Maluku Papua, Fanda Chrismianto berharap, dengan diresmikannya SPBU-N ini membuat masyarakat tidak lagi antri bebarengan dengan para pembeli di Agen Premium Minyak Solar (APMS).

Kebutuhan masyarakat nelayan diharapkan dapat tercukupi, sehingga dapat berkontribusi bagi perbaikan taraf hidup masyarakat Teluk Bintuni khususnya komunitas nelayan.

Sebelum adanya program ini, harga BBM di pengecer bervariasi di kisaran harga Rp10 ribu hingga Rp13 ribu. Setelah program ini berjalan, masyarakat dapat menikmati harga yang sama dengan wilayah lainnya.

"Dengan harga premium Rp 5.150 dan Rp 6.450 tentu biaya operasional bahan bakar dapat turun mencapai 50 persen dan kami berharap agar hasil tangkapan dan produktivitas nelayan di Teluk Bintuni ini semakin membaik," tandasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya