Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka menguat lebih dari satu persen di tengah tanda-tanda OPEC tidak akan siap untuk meningkatkan produksi. Hal ini untuk atasi menyusutnya pasokan dari Iran dan Arab Saudi mengisyaratkan target informal di dekat level saat ini.
Harga minyak Brent naik 98 sen ke posisi USD 79,03 per barel. Harga minyak Brent itu naik 1,3 persen. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mendaki 94 sen atau naik 1,4 persen ke posisi USD 69,85 per barel.
Harga minyak menguat usai rilis data dari the American Petroleum Institute (API) yang menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 1,2 juta barel menjadi 397,1 juta barel hingga 14 September. Sebelumnya analis perkirakan ada penurunan stok minyak mentah AS. Demikian mengutip laman Reuters, Rabu (19/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Menteri dari negara pengekspor minyak yang tergabung dalam the Organizations of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan non OPEC bertemu pada Minggu untuk diskusikan kepatuhan mengenai kebijakan produksi. Sumber Reuters menyatakan, tidak ada aksi yang direncanakan dan produsen minyak akan diskusi bagaimana persetujuan peningkatan produksi sebelumnya.
Bloomberg melaporkan, sumbernya juga menyatakan kalau Arab Saudi nyaman dengan harga minyak di atas USD 80 per barel dalam jangka pendek.
Arab Saudi tidak punya keinginan untuk mendorong harga minyak lebih tinggi dari USD 80 per barel, dan hal itu kemungkinan tidak lama lagi untuk menghindarinya. Selain itu, sanksi AS terhadap Iran yang dimulai sejak 4 November akan pengaruhi sektor energi Iran.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak menuturkan, harga minyak antara USD 70 dan USD 80 per barel bersifat sementara. Ditambah sanksi mendorong harga minyak akan berada di kisaran USD 50 per barel dalam jangka panjang.
Pada pekan lalu di Moskow, Menteri Energi AS, Rick Perry menuturkan tidak memperkirakan lonjakan harga seiring sanksi terhadap Iran berlaku. Pihaknya positif tentang produksi minyak Arab Saudi. Selain soal produksi OPEC, harga minyak berjangka juga mendapatkan sentimen dari risiko geopolitik.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, kalau pesawat militer Rusia ditembak jatuh oleh sistem anti-pesawat Suriah. Namun, menuduh Israel secara tidak langsung sebabkan inseden itu. Hal ini seiring jet Israel berada di dekatnya sehingga tempatkan pesawat Rusia dalam jalur bahaya.
Selain itu, Rusia mengatakan kepada Israel akan ambil semua langkah diperlukan untuk lindungi personil militernya di Rusia.
Perang Dagang Bebani Harga Minyak
Sisi lain, prospek jangka panjang harga minyak juga terbebani oleh ketegangan perang dagang antara AS-China. Perang dagang telah meredam prospek permintaan minyak mentah.
China, sebagai salah satu konsumen minyak terbesar di dunia menambahkan tarif impor untuk produk AS senilai USD 60 miliar. Langkah ini merupakan pembalasan atas pungutan yang direncanakan Presiden Donald Trump atas tarif impor barang China senilai USD 200 miliar.
Pemerintahan Trump menyatakan akan mulai pungut tarif baru 10 persen untuk barang China senilai USD 200 miliar. Kemudian tarif itu naik menjadi 25 persen hingga akhir 2018. Tarif tersebut cenderung membatasi aktivitas ekonomi di China dan AS.
“Kecerobohan antara AS dan China berpotensi mempengaruhi daya saing minyak mentah AS dan produksi minyak di pasar China. Selain itu juga halangi investasi China di sektor energi AS,” ujar Abhisnek Kumar, Analis Interfax.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement