Badan Kesehatan Dunia (OIE) Akui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Salah Satu Terbaik di Asia

Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional yang terintegrasi Indonesia (iSIKHNAS) diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (OIE) sebagai salah satu sistem informasi kesehatan hewan terbaik di Asia dan berpotensi untuk dapat dikembangkan di negara lain.

oleh nofie tessar diperbarui 19 Sep 2018, 09:30 WIB
Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional yang terintegrasi Indonesia (iSIKHNAS) diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (OIE) sebagai salah satu sistem informasi kesehatan hewan terbaik di Asia dan berpotensi untuk dapat dikembangkan di negara lain.

Liputan6.com, Jakarta Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional yang terintegrasi Indonesia (iSIKHNAS) diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (OIE) sebagai salah satu sistem informasi kesehatan hewan terbaik di Asia dan berpotensi untuk dapat dikembangkan di negara lain. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita pada acara pertemuan akhir Komite Koordinasi Program (PCC) Australia-Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases (AIPEID) di Ruang Rapat Utama I Ditjen PKH, Kementerian Pertanian pada Selasa (18/09).

Pada kesempatan tersebut, I Ketut menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah Australia yang telah bekerjasama untuk mengembangkan iSIKHNAS melalui program AIPEID yang akan berakhir pada tahun ini. Dalam pertemuan tertinggi dalam sistem tata kelola AIPEID tersebut, rapat dipimpin oleh Ketua Bersama.

Dari pihak Indonesia dipimpin oleh Dirjen PKH dan dari perwakilan Pemerintah Australia dipimpin oleh Tim Chapman yang merupakan First Assistant Secretary, Animal Biosecurity, Department of Agriculture and Water Resources, Australia, serta dihadiri pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan.

“Melalui iSIKHNAS early report (laporan cepat) atau early detection (deteksi awal) dapat berjalan dengan baik, sehingga pemerintah dapat bergerak cepat untuk mengambil keputusan atau langkah-langkah aksi dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan, sehingga jangan sampai terjadi outbreak penyakit,” ucap I Ketut.

I Ketut mengatakan pada awal bulan Oktober 2018 nanti iSIKHNAS akan dipaparkan oleh staf Ditjen PKH di forum OIE. Selanjutnya OIE melalui Lembaga Penelitian Perancis, CIRAD akan melakukan penilaian dampak iSIKHNAS terhadap sektor peternakan dan kesehatan di Indonesia.

I Ketut menyampaikan pentingnya penguatan sistem pelayanan kesehatan hewan nasional, terutama sebagai upaya menghadapi ancaman masuknya penyakit hewan menular yang baru muncul yang sangat berpotensi menghancurkan dunia peternakan.

"Hal ini telah menjadi prioritas pemerintah Republik Indonesia untuk mengendalikan penyakit, serta meningkatkan produksi ternak domestik untuk memastikan keamanan pangan dan menstabilkan harga pasar untuk produk ternak," ungkapnya.

 

Dari pihak Indonesia dipimpin oleh Dirjen PKH dan dari perwakilan Pemerintah Australia dipimpin oleh Tim Chapman, Assistant Secretary, Animal Biosecurity.

Menurutnya, bila terjadi penjangkitan penyakit di wilayah di Indonesia akan berdampak pada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Karenanya, sistem iSIKHNAS harus dipelihara dan dimonitoring dengan baik. Teknis pengelolaan sistem dengan memperkuat dan meningkatkan kapasitas SDM juga penting dilakukan.

“Pengelola iSIKHNAS harus dapat bekerja secara profesional dan mandiri serta mampu melaksanakan penyeliaan teknis lainnya karena iSIKHNAS tidak hanya mencakup informasi penyakit hewan namun juga berbagai informasi terkait produksi ternak, pemotongan hewan, distribusi Nitrogen (N2) Cair dan straw serta ketersediaan pakan untuk hewan,” ujar I Ketut.

I Ketut juga menyampaikan, saat ini Kementerian Pertanian terus melakukan restrukturisasi perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor 3 dan 4 yang menjadi sumber utama penjangkitan penyakit Avian Influenza (AI).

“Ditjen PKH terus menerus berusaha untuk membangun kompartemen-kompartemen AI dari penerapan sistem bio security, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 143 titik dan 40 titik lagi masih menunggu untuk proses sertifikasi,” ungkap I Ketut.

Kementan terus mendesign kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkan kompartemen-kompartemen ini dan mendorong ekspor. Berdasarkan data BPS, telah terjadi tren peningkatan capaian ekspor subsektor peternakan. Hal tersebut menurutnya membuktikan keseriusan Indonesia dalam menerapkan sistem biosekuriti berbasis kompartemen bebas penyakit flu burung yang sekaligus memenuhi standar dan aturan internasional untuk bisa tembus ke pasar Internasional.

Sementara itu, First Assistant Secretary Animal Biosecurity DAWR, Mr. Tim Chapman menyampaikan, program AIPEID telah berjalan sejak tahun 2011 dan program ini sangat penting bagi hubungan bilateral Australia-Indonesia dalam memperkuat sistem kesehatan hewan di Indonesia. Harapannya beberapa capaian dapat berkelanjutan dan dikelola oleh Pemerintah Indonesia dengan baik.

Beberapa capaian program AIPEID antara lain pengembangan dokumen-dokumen (buku, pedoman, dan prosedur operasional standar), dan pelaksanaan simulasi dalam kesiagaan dan respon darurat penyakit hewan yang melibatkan lintas sektor terkait penanganan darurat penyakit hewan dan penguatan iSIKHNAS dapat dirasakan manfaatnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya