Amnesty International: Tentara Sudan Selatan Tega Kubur Hidup-Hidup Warga Sipil

Lembaga HAM Amnesty International mengatakan bahwa tentara Sudan Selatan tega mengubur hidup-hidup warga sipil di daerah konflik.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 19 Sep 2018, 15:03 WIB
Suasana mencekam ketika rakyat sipil berlarian menyelamatkan diri dari kepungan perang Sudan Selatan (AFP/Justin Lynch)

Liputan6.com, Juba - Laporan terbaru dari lembaga pemerhati HAM, Amnesty International, mengatakan bahwa pasukan militer Sudan Selatan, secara sistematis, telah memperkosa wanita, membunuh warga sipil, dan melakukan penjarahan skala besar.

Disebutkan pula bahwa ada kasus tentang warga sipil dibakar hidup-hidup, digantung di pepohonan dan dilindas dengan kendaraan lapis baja di daerah yang dikuasai oposisi di wilayah Negara Kesatuan.

Dikutip dari Independent.co.uk, Rabu (19/9/2018), laporan itu juga menyebut tentang tindakan keji ketika anak-anak dibunuh dengan cara diayunkan ke batang pohon secara berkali-kali.

Laporan ini didasarkan pada kesaksian sekitar 100 warga sipil yang melarikan diri dari tindak ofensif pasukan pemerintah dan milisi pemuda sekutu di kabupaten Mayendit dan Leer, antara periode 21 April hingga awal Juli tahun ini.

Amnesty International telah menyerukan penyelidikan di Sudan Selatan, setelah mengidentifikasi empat orang yang dicurigai bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan menyusul serangan di Negara Kesatuan pada 2016.

Namun, pihak berwenang [Sudan Selatan ](3470 143 "")gagal menanggapi peringatan dan laporan terbaru PBB, yang menunjukkan beberapa dari yang dituduh oleh Amnesty International, mungkin juga terlibat dalam kekejaman yang dilakukan selama serangan beberapa tahun terakhir.

Joan Nyanyuki, Direktur Regional Amnesty International untuk Afrika Timur, mengatakan, "Faktor kunci dalam serangan brutal ini adalah kegagalan untuk membawa ke pengadilan mereka yang bertanggung jawab atas gelombang kekerasan sebelumnya, yang ditujukan pada warga sipil di wilayah tersebut."

"Kota Lever dan Mayendit telah terpukul oleh kekerasan sejak lama, namun pemerintah Sudan Selatan seakan terus memberi kesempatan para tersangka untuk melakukan kekejaman baru. Hasilnya telah menjadi bencana bagi warga sipil," kata Nyanyuki menjelaskan.

Laporan Amnesty International juga memerinci bagaimana pasukan pemerintah dan sekutu menculik, terutama wanita dan anak gadis, lalu menahan mereka hingga beberapa minggu.

Mereka yang ditahan ini juga sering dipaksa untuk menjadi budak seks, dengan ancaman dibunuh jika menolak.

 

Simak video pilihan berikut: 


50 Ribu orang Telah Tewas

Nybol Madut duduk bersama anak-anaknya di tempat penampungan di Sudan Selatan (22/11). Mereka menderita krisis air bersih dan kelaparan karena minimnya persediaan pangan. (AFP Photo/Albert Gonzalez Farran)

Unity State di Sudan telah menjadi tempat kekerasan paling kejam sejak perang sipil Sudan Selatan meletus lima tahun lalu.

Setidaknya 50 ribu orang telah tewas selama konflik, banyak dari mereka adalah warga sipil. Menurut hitung-hitungan PBB, diperkirakan bahwa seperempat penduduk Sudan Selatan telah mengungsi akibat situasi yang terus bergejolak di sana.

Di lain pihak, puluhan warga sipil memberi tahu Amnesty International tentang bagaimana --selama serangan baru-baru ini-- tentara dan milisi menggunakan kendaraan amfibi untuk memburu warga sipil yang melarikan diri ke rawa-rawa di dekatnya.

Mereka yang selamat menggambarkan bagaimana kelompok tentara sering menembak tanpa pandang bulu, ke arah alang-alang ketika mereka mencari rakyat sipil yang bersembunyi.

Amnesty Internatiomal telah meminta pemerintah Sudan Selatan untuk mengakhiri semua kekejaman terhadap sipil, serta segera membentuk Pengadilan Gabungan dengan PBB dan pemantau asing.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya