Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Kepresidenan RI Ahmad Erani Yustika mengatakan, kebijakan pencampuran solar dengan minyak kelapa sawit atau Biodiesel 20 persen (B20) sengaja dilakukan pemerintah agar Indonesia bisa mandiri dalam produksi minyak dan gas (migas).
Usulan B20 sebenarnya bukan merupakan sebuah ide yang baru. Menurutnya, aturan itu baru bisa diterapkan belum lama ini lantaran masyarakat Indonesia cenderung lama beradaptasi dalam menerima hal baru.
Baca Juga
Advertisement
"Masyarakat di Indonesia dalam mengadopsi hal-hal yang baru cenderung tidak mudah. Dulu, kalau kita perhatikan, waktu perubahan pembayaran tarif tol jadi e-toll, masyarakat terdidik pun masih belum terbiasa. Perlu waktu untuk sosialisasi," paparnya saat berbincang dengan rekan wartawan di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (19/9/2018).
Menurutnya, hal yang paling pokok dari kebijakan ini ialah dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa banyak keuntungan yang didapat jika keputusan ini diterapkan.
"Contohnya, kayak petani kelapa sawit. Mereka bakal dapat untung banyak dengan B20 ini," ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terus Sosialisasi
Namun begitu, dia menyebutkan, pemerintah memang masih perlu terus mensosialisasi aturan B20 agar masyarakat luas mau dan mampu paham akan kegunaannya.
Adapun kata kunci di balik kebijakan B20, ia menyampaikan, pemerintah ingin membentuk kemandirian migas sehingga tidak banyak terpengaruh dengan kenaikan harga minyak dunia saat ini.
"Sekarang adalah momentumnya. Ketika harga minyak naik, bagi pemerintah ada urgensi untuk kebijakan ini jalan, sehingga bisa mengurangi kebutuhan impor kita dari segi migas," ucapnya.
"Kita punya sumber daya yang luar biasa untuk mendirikan kemandirian migas," pungkas Erani.
Advertisement