Liputan6.com, Jakarta - Kamu penggemar film fiksi ilmiah Star Trek? Pasti tahu dong dengan planet Vulca.
Ya, sejumlah karakter Star Trek memang berasal dari planet Vulcan. Lantas, apakah planet ini benar ada di dunia nyata?
Pertanyaan tersebut, ternyata tengah diteliti para ilmuwan selama beberapa tahun terakhir. Pencarian planet Vulcan di dunia nyata pun serius dilakukan dengan upaya maksimal.
Baca Juga
Advertisement
Pencarian planet Vulcan sendiri sudah dilakukan sejak 1991 silam, di mana saat itu penulis naskah film Gene Roddenberry dan tiga astronom yang memulainya. Butuh beberapa dekade hingga pada akhirnya rencana mereka bisa terbukti.
Pasalnya, seperti dikutip Slash Gear pada Kamis (20/9/2018), para astronom di Center Harvard Smithsonian jurusan Astrofisika, mengungkap ada sebuah planet yang kemungkinan diprediksi sebagai Vulcan di dunia nyata.
Planet itu mengitari sebuah bintang yang bernama 40 Eridani A.
Setelah diteliti, ternyata planet yang mengitari bintang tersebut berusia empat miliar tahun. Astronom juga mengungkap planet yang mengorbit 40 Eridani A ini memiliki cukup waktu untuk berevolusi.
Penelitian astronom juga didukung oleh Dharma Planet Survey. Mereka sendiri menggunakan teleskop 50 inci dengan mencari cahaya bintang yang menunjukkan lokasi planet.
Menariknya lagi, planet Vulcan ini memiliki massa sembilan kali lebih besar dari Bumi, begitupun radiusnya yang tinggi dua kali lipat.
“Planet ini mengorbit induknya selama 42 hari dan ada di dalam zona 40 Eridani A. Inilah yang membuat planet tersebut cukup panas,” kata tim astronom.
NASA Mulai Eksplorasi Planet Uranus dan Saturnus
Setelah Mars, Jupiter, Saturnus, dan Pluto, NASA mulai fokus untuk menyiapkan proyek besar di mana mereka akan mengeksplorasi planet Uranus dan Neptunus.
Proyek yang sebetulnya sudah direncanakan sejak September 2015 itu baru bisa direalisasikan sekarang.
Bagaimana pun, NASA masih harus menggagas sejumlah inovasi teknologi mumpuni, agar pesawat luar angkasanya bisa terbang ke orbit planet berjuluk ‘Planet Kekasih’ tersebut.
Jadi, jika dihitung-hitung, ekspedisi Uranus dan Neptunus baru bisa dimulai pada 2030. Itu juga baru Uranus.
Sementara untuk Neptunus, kemungkinan besar dimulai pada pertengahan 2030 atau setelah 2040.
Menurut informasi yang Tekno Liputan6.com kutip via laman BGR, Senin (3/9/2018), tujuan utama ekspedisi dilakukan tak lain adalah untuk memantau ekosistem kedua planet.
Tak cuma itu, Badan Antariksa Amerika Serikat tersebut juga ingin mencari tahu material planet terbuat dari apa, serta komposisi atmosfer yang melapisi planet.
Para ilmuwan NASA juga berharap, ekspedisi bisa meneliti iklim planet secara keseluruhan. Jika proses penelitian rampung, barulah mereka dapat menyimpulkan seperti apa bobot kontribusi kedua planet ini terhadap Tata Surya.
Secara mekanisme, NASA nantinya akan mengirim probe (pesawat kecil) untuk terjun ke dalam atmosfer planet dan mengambil sampel gas yang terkandung di dalamnya. Sama halnya dengan ekspedisi planet lain, probe akan mengirimkan data dari sampel yang diambil ke Bumi untuk diteliti secara mendalam.
Advertisement
Merancang Pesawat Antariksa
Terkait kesiapan wahana ekspedisi, NASA kini tengah melakukan penelitian di Jet Propulsion Laboratory (JPL) untuk merancang pesawat antariksa Uranus dan Neptunus, yang juga akan rampung setidaknya pada 2030.
Salah satu kendala utama proses pembuatan pesawat antariksa anyar ini adalah besarnya dana penelitian dan pengembangan, yang diprediksi bisa mencapai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28 triliun.
Dibanding dengan misi-misi NASA sebelumnya, seperti Discovery atau New Frontier, misi ekspedisi Uranus dan Neptunus ini justru memakan biaya yang lebih besar.
"Yang menjadi persoalan besar bagi kami agar dapat menjalankan misi ke Neptunus dan Uranus adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan," kata Jim Green, kepala divisi Planetary Science NASA.
(Jek/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: