Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sepanjang 2017, semakin banyak kementerian lembaga (K/L) beserta pemerintah daerah yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meski demikian, pencapaian ini juga masih dibayangi banyaknya pejabat atau kepala daerah terlibat korupsi.
"Banyak yang mendapatkan WTP, tapi korupsi juga jalan. Januari sampai Juli 2018 ada 19 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Tadi yang menerima WTP lima tahun berturut-turut hanya delapan provinsi, yang ditangkap lebih dari dua kali lipat. Moga-moga enggak bertambah sampai Desember," katanya di Gedung Dhanapala, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Sri Mulyani mengatakan, seluruh elemen negara perlu bersama-sama menciptakan pengelolaan keuangan negara baik di pusat dan daerah. Dengan status laporan keuangan yang mencapai WTP, bisa menjadi batu pijakan untuk meningkatan dan memperbaiki tata kelola dan mengurangi praktek korupsi.
"Ini PR yang harus terus kita perbaiki. Saya meminta jajaran Kemenkeu untuk ikut membantu agar tegaknya tata kelola yang baik dan bersih dari praktik korupsi bisa terus ditingkatkan di seluruh KL," jelasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan opini WTP adalah wujud pengelolaan keuangan negara yang semaksimal mungkin dilakukan oleh seluruh stakeholder dalam rangka mematuhi peraturan dan menjaga kehati-hatian, dan proses akuntabilitas kepada masyarakat. Hal ini dapat memunculkan kepercayaan terhadap institusi publik, terutama pemerintah pusat dan daerah.
"Untuk memperoleh opini WTP tersebut, tentu tidak semata ditentukan oleh penyajian laporan keuangan yang memiliki kualitas dan informasi atau kecukupan pengungkapan, tapi juga harus ditopang oleh efektivitas sistem pengendalian sistem pengendalian internal yang memadai di masing-masing institusi," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani: K/L Minta Anggaran Tak Diberi Ibarat Dunia Mau Runtuh
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyinggung mengenai perencanaan belanja K/L yang belum tepat sasaran.
Ia menyampaikan, hal itu saat menghadiri rapat kerja nasional akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah tahun 2018 dengan tema Pengelolaan Keuangan Negara yang sehat untuk Indonesia Kuat.
Sri Mulyani mengatakan, ada beberapa kementerian dan lembaga ketika mengajukan anggaran untuk pembelian aset cenderung mendesak. Namun, setelah pembelian aset disetujui, aset tersebut justru tidak digunakan.
Baca Juga
"Tadi yang saya sampaikan banyak KL sering minta anggaran seperti dunia mau runtuh kalau enggak dikasih uang. Tapi sesudah dikasih uang, menjadi suatu aset, asetnya dikelelerin. Bahasa Indonesianya dibiarkan, ditelantarkan atau disia-siakan," ujar dia di Gedung Dhanapala, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Sri Mulyani mengatakan, penganggaran yang tidak sesuai dengan pemanfaatannya menyalahi tata kelola keuangan. Sebab, aset yang dibelikan menggunakan anggaran tidak digunakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
"Terlebih persoalannya sudah menggunakan keuangan negara untuk mendapatkan dan mengeluarkan untuk mendapatkan aset itu, terus aset itu oleh KL dikasih ke daerah dan daerah enggak mau terima. Dia bilang saya enggak butuh aset itu," kata Sri Mulyani.
Untuk itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia menuturkan, perencanaan dan perbaikan sinkronisasi antara pusat dan daerah harus diperbaiki termasuk mengenai pengadaan dan pencatatan aset. Jadi ke depan, aset yang dibeli menggunakan uang negara dapat bermanfaat.
"Kalau kita memperbaiki perencanaan sinkronisasi antara pusat daerah, saya yakin penemuan BPK dalam pengelolaan pencatatan aset belum tertib ini bisa tingkatkan efisiensi anggaran kita. Sampai sekarang banyak barang yang belum ditetapkan statusnya," ujar dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement