Mimpi Produsen Keripik Buah Rumahan Kota Malang Melebarkan Sayap hingga Luar Negeri

Pelaku usaha rumahan di Kota Malang ini juga menjalin kesepakatan dengan pebisnis Nigeria.

oleh Zainul Arifin diperbarui 21 Sep 2018, 14:02 WIB
Keripik buah yang belum dikemas hasil produksi industri rumahan di Kota Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Rumah di Jalan Polowijen II Nomor 359 Kota Malang, Jawa Timur, itu tampak asri. Pohon rindang tumbuh di pelataran rumah. Meja kasir menyambut saat kaki melangkah masuk. Di depannya, deretan etalase penuh aneka keripik buah dan manisan buah tersusun rapi.

Masuk lebih dalam lagi, sejumlah mesin pembuat keripik mengisi ruang belakang. Sore itu aktivitas produksi baru saja selesai. Rumah ini sekaligus jadi tempat industri pembuatan keripik dan manisan buah. Salah satu usaha kecil menengah (UKM) terlama di Kota Malang.

Dari dalam rumah ini pula, kudapan khas Malang itu menyebar ke berbagai gerai oleh–oleh hingga ke luar Jawa Timur. Kristiawan, sang pemilik industri rumahan, duduk di sudut ruangan. Meja berlatar beragam penghargaan ada di salah satu sudut ruangan.

"Di sini pembeli bisa lihat langsung proses produksi. Konsep dapur terbuka bisa memberikan keyakinan pada konsumen soal kualitas produk kita," kata Kristiawan di Malang, Rabu, 19 September 2018.

Keripik dan manisan buah bermerek So Kressh ini sudah memiliki banyak pelanggan tetap. Meski demikian, tetap disiapkan promosi melalui media sosial. Anaknya diberi tanggung jawab untuk mengelola strategi pemasaran melalui teknologi digital platform video dan media sosial lainnya.

Targetnya, ada pasar baru dan menghasilkan inovasi produk terbaru sesuai permintaan pasar. Strategi pemasaran ini baru beberapa bulan lalu dimulai. Hal ini agar pemasaran bisa lebih gencar pada era milenial ini serta memudahkan calon konsumen.

"Soal media sosial itu memang tak berdampak cepat, tapi ini juga jadi peluang yang harus dimaksimalkan," tutur Kristiawan.

Aneka camilan berbahan baku buah dari industri rumahan ini dirintis Kristiawan sejak 1998. Masa itu, proses produksi hanya dikerjakan bersama istrinya, Luluk Sri, dengan hanya membuat keripik nangka dan apel.

Modal awal sebesar Rp 5 juta dari tabungan selama bekerja sebagai manajer di pabrik keripik nangka. Uang itu digunakan membeli mesin bekas dan lantas dimodifikasi menjadi lebih modern. Kapasitas produksi beberapa kilogram per hari dan terjual 5 kilogram keripik buah per bulan

"Setelah hampir tujuh tahun merintis, saya putuskan keluar dari pekerjaan dan fokus mengembangkan usaha sendiri," tutur alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang ini.

Lambat laun usahanya terus menggeliat. Ada tujuh orang yang bekerja di industri rumahan keripik buah CV Kajeyee Food itu. Perlahan tapi pasti, usahanya terus berkembang. Dari semula hanya keripik nangka dan apel, kini ada 20 jenis keripik sampai manisan buah diproduksi.

Omzetnya ikut terkerek dari Rp 100 juta per tahun kini mencapai Rp 1 miliar per tahun. Jumlah mesin pun bertambah. Sekarang jika sedang musim buah, kapasitas produksi bisa sebanyak 1,5 ton buah per hari. Jumlah pekerjanya jika permintaan ramai ada sebanyak 25 orang.

"Saya menguasai teknologinya dan punya pengalaman dari bekerja di pabrik keripik. Harus jeli melihat pasar agar bisa terus berkembang," kata Kristiawan.

Tak jauh dari rumah industri ini, ia juga mengelola rumah pelatihan pembuatan keripik. Pelatihan terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar dan butuh pendampingan. Mereka yang berkunjung tak hanya dari kalangan pelaku usaha kecil di Kota Malang.


Transfer Pengetahuan

Kristiawan, pelaku usaha keripik buah di Kota Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Menguasai teknologi dan jeli melihat peluang perkembangan pasar jadi kunci UKM mampu bertahan. Selain itu, mau menjalin kemitraan dan saling percaya, agar sesama pelaku usaha bisa tumbuh bersama. Kristiawan tak pelit membagi ilmu kepada sesama pelaku UKM di Kota Malang.

Sudah sejak 4 tahun lalu Kristiawan berkomunikasi dengan pelaku usaha dari Nigeria. Pertemuan bermula dari kegiatan Asosiasi Pengolahan Hasil Holtikultura Indonesia. Kedua pelaku usaha itu sudah saling bertandang ke negara masing–masing.

"Ini sedang mematangkan rencana bisnis itu. Sudah ada beberapa poin kesepakatan," kata Kristiawan.

Untuk menerapkan teknologi pengolahan buah industri rumahan Indonesia di Nigeria, ia tak perlu mengeluarkan duit sepeser pun. Sebaliknya, koleganya di kawasan Afrika Barat itu menyiapkan lahan sendiri serta segala kebutuhan lainnya. Investasinya ditaksir sebesar Rp 18 miliar.

"Tugas saya mendampingi mereka mulai dari mendirikan usaha, teknologi sampai manajemen berstandar internasional sesuai permintaan mereka," ujar Kristiawan.

Transfer ilmu pengetahuan dengan kesepakatan mendapatkan komisi. Ia menyebut model kerja sama ini sebagai commisioning. Salah satu poin kesepakatan yang turut didorong, penggunaan merek So Kressh pada tiap produk pengolahan buah rekanan dari Nigeria itu.

Jika penggunaan merek disepakati, akan ada keuntungan lain juga yang didapat. Model kerja sama seperti ini masih banyak yang belum dimaksimalkan oleh pelaku UKM di Indonesia. Tak sekadar menjual ilmu, tapi juga mendampingi mitra hingga berhasil.

"Kalau sekadar difasilitasi mesin, tapi tapi tak menguasai teknologinya ya sulit berkembang. Didampingi hingga tuntas, agar tak jatuh," tutur Kristiawan.

Keuntungan yang didapat dari kerja sama ini, bisa dijadikan tambahan modal. Sehingga tak cukup mengandalkan bantuan permodalan dari pemerintah atau perbankan. Tidak perlu khawatir saling bersaing meski produk yang dihasilkan sama.

"Kalau kerja sama bisnis dengan pola ini berhasil, saya ingin menjajaki ke negara Afrika dan Asia lainnya," tuturnya.

Kristiawan sendiri termasuk salah satu pelopor UKM di Malang. Ia mendapat berbagai apresiasi atas kiprahnya. Beberapa di antaranya seperti penghargaan Upakarti kategori pelopor pada 2013 silam dan penghargaan One Village One Product (OVOP) pada 2015.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya