Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan jalan perbatasan di Papua yang digagas Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kini sedikit terhambat, lantaran kondisi tanah dataran tinggi yang terbilang sulit digarap.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Sugiyartanto mengatakan, pemerintah coba meminta bantuan kepada pihak TNI AD untuk membuka lahan yang dikerubungi hutan belantara.
"Dari Jayapura ke Ubrub itu sudah terbuka sebagian oleh TNI. Sementara dari Ubrub ke Oksibil itu belum, soalnya proses (pembebasan lahan) terkendala kondisi lingkungan, alam dan kontur pegunungan tengah yang cukup berat," paparnya di Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Proyek jalan perbatasan di Papua sendiri memiliki total panjang 1.098,24 km yang terhubung dari Jayapura hingga Merauke. Pengerjaannya dibagi ke dalam tiga segmen, yakni Segmen I Jayapura-Yarso-Waris-Yetti sepanjang 128,18 km, Segmen II Yetti-Ubrub-Oksibil sejauh 301,74 km, dan Segmen III Oksibil-Tanah Merah-Muting-Merauke sepanjang 668,32 km.
Kementerian PUPR menargetkan, proses pembebasan lahan di jalur terluar negara ini bisa mencapai 908,72 km pada akhir 2018.
Demi mengatasi kendala kontur tanah di Segmen II itu, Sugiyartanto melanjutkan, Bina Marga telah menyiapkan opsi jalur alternatif yang tersambung dengan Jalan Trans Papua antara Jayapura-Wamena.
"Kita ada alternatif pilihan kalau mau point to point dari Jayapura sampai Ubrub. Jadi dari bawah (arah Ubrub) sampai atas (arah Jayapura) itu bisa tersambung menuju ke Trans Papua Jayapura-Wamena," paparnya.
Meski harus bersusah payah membelah dataran tinggi tanah Papua, ia optimis, masyarakat setempat kelak akan merasakan efek positif keberadaan jalan perbatasan tersebut, salah satunya sektor ekonomi yang tergerak.
"Memang kondisinya belum nyaman karena kita biasa tinggal di metropolitan, di mana jalannya sudah beraspal, tidak berdebu, tidak longsor, dan segala macam. Tapi itu proses. Dan nanti pada suatu saat akan kita rasakan hasilnya," ujar dia.