Liputan6.com, Jakarta - Berjalan-jalan di Magelang kurang lengkap tanpa kulineran. Sejuknya udara pegunungan Tidar membuat jajanan khas dan wisata kuliner bertebaran di sepanjang jalan kota Magelang. Menu yang kekinian hingga tradisional sejak nenek moyang masih bisa kita jumpai di kota Magelang.
Advertisement
Bagi kamu yang mengikuti unggahan Instagram ibu Ani Yudhoyono, tentu akan makin penasaran mengenai kuliner kota Magelang. Setiap beliau dan keluarga berkunjung di kota ini, pasti menyempatkan singgah di jalan Tentara Pelajar.
Warung dengan pintu dan jendela bercat hijau ini menjadi langganan SBY dan keluarga untuk berwisata kuliner. Sungguh istimewa dari petinggi negara, taruna akademi militer hingga pengusaha dan rakyat biasa menggemari kuliner ini.
Kuliner khas kota Magelang ini sudah berdiri sejak tahun 1942. Tahun yang sangat tua, bahkan negeri tercinta ini belum merdeka. Sebuah warisan budaya berupa makanan yang melegenda. Sejarah berdirinya warung makan ini sangatlah panjang. Usaha ini dirintis pertama kali oleh Pak Soduriyo.
Awal kemerdekaan hingga tahun 1950 masih dijajakan dengan cara berkelililing dengan gerobak. Alun-alun kota Magelang menjadi saksi usaha ini. Hingga pada akhirnya beberapa tahun kemudian, warung sederhana berhasil dibangun dipinggir jalan. Ketika usia pak Soduriyo semakin uzur, usaha ini diteruskan oleh anaknya yang bernama Pak Setu. Usaha ini terus berkembang hingga mampu memilik kios permanen di jalan Tentara Pelajar kios nomor 14, kota Magelang.
Kuliner khas kota Magelang
Menu utama yang dijajakan adalah kupat tahu. Menu tambahannya berupa aneka gorengan, rempeyek, kerupuk dan aneka minuman seperti es dawet, es cincau dan wedang ronde. Rasa yang istimewa dari perpaduan tahu goreng, ketupat, irisan kobis dan racikan bumu kacang encer warisan turun-temurun ini, dijamin memanjakan lidah penikmat kuliner.
Hidung kita pun dibuat penasaran dengan bau khas dari kacang tanah goreng yang menjadi bumbu utama. Disajikan di atas piring yang lebar, garpu dan sendok berpadu mengawali suapan pertama. Mata yang terbelalak melihat sajiannya hingga hidung kembang kempis mencium aroma yang menggoda. Akhirnya produksi air liur berhasil naik dengan sangat signifikan.
Ketupat yang padat namun lembut dan gurih di lidah, bertemu dengan tahu goreng panas nan banyak, sungguh memanjakan lidah. Irisan kobis dan taburan tauge menjadi penyumbang serat yang menimbulkan bunyi kres-kres di lidah.
Aroma bawang goreng bercampur irisan seledri yang menggoda disiram kuah encer dari kacang dan gula jawa membuat perpaduan yang enak, segar, dan manis. Tingkat kepedasan yang tentu saja bisa kita pesan sesuai permintaan. Sehingga rasa pedas yang merayap di lidah menambah kelezatan masakan ini.
Bakwan yang hangat dan tempe goreng kriuk menjadi teman istimewa yang tak kalah istimewa. Apalagi baru diangkat dari penggorengan. Panas-panas dan lezat langsung merayap di lidah. Suara kerupuk yang renyah, tersiram segarnya kuah manis membuat sajian ini tambah mempesona.
Seporsi tahu pojok kurang lengkap jika belum ditemani segelas es dawet gula jawa. Disajikan dengan gelas besar, perpaduan warna putih, hijau, dan cokelat sungguh menggoda. Santan berpadu dengan cendol, dan tetes gula jawa ditabur dengan pecahan es batu membuat sensasi dingin yang menyegarkan. Gelas yang berembun di luar membuat tampilan es ini tambah menggoda. Segar dan manis rasanya.
Toples kaca kuno yang bening dan antik, membuat warung ini punya ciri khas tersendiri. Di dalamnya terdapat aneka kerupuk dan rambak, rempeyek kacang, legendar, tempe keripik dan juga opak.
Penataan yang mudah dijangkau membuat pengunjung leluasa memilih lauk yang disuka. Foto petinggi negara yang pernah singgah di warung ini juga berjajar memenuhi tembok ruangan. Kalender zaman dahulu kala masih setia menempel ditemboknya. Botol-botol minuman bersoda juga berjajar apik di rak yang tergantung dengan eloknya.
Warung yang selalu ramai ini dipertahankan sesuai bentuk aslinya hingga tak tergilas di makan zaman. Tak kalah dengan resto terkenal zaman sekarang. Sengaja dipertahankan oleh pemilik warung untuk menarik pengunjungnya. Suasana tempo dulu menjadi daya tariknya.
Meski tempatnya yang sempit dan berjubel, warung ini terjaga kebersihannya. Jendela dan meja kursinya bersih dari debu dan makanan yang disediakan pun higienis. Terbukti kita bisa melihat langsung pesanan yang diracik oleh penjualnya. Tak heran meski bertebaran warung yang sejenis di kota ini, warung ini paling banyak dicari meski harganya dipatok lebih tinggi.
Advertisement
Harga dan Lokasi
Mulai harga Rp 400,00 per posi di tahun 1983, hingga mencapai Rp 14.000 saat ini. Tidak diketahui harga kupat ini ketika pertama kali dirintis di awal zaman kemerdekaan. Warung ini bisa menghabiskan hingga 500 lebih porsi kupat tahu setiap harinya. Jam buka warung ini mulai pukul 09.00 pagi hingga 09.00 malam
Bagi kamu yang berencana liburan ke Jogjakarta, jangan lupa untuk singgah di kota Magelang. Hanya berjarak 43,6 km dari pusat kota Jogja dan jarak tempuh yang hanya sekitar satu jam saja. Sedangkan dari kota Semarang, berjarak sekitar 85 km melewati Ungaran, Bawen dan Ambarawa. Sekitar dua jam waktu tempuhnya.
Memajakan lidah tidak harus mewah, seporsi tahu pojok bisa mengobati kerinduan kamu dengan sajian tempo dulu yang melegenda di kota Magelang. Bagi kamu yang ingin menjelajah Indonesia lengkap dengan wisata kulinernya, Liputan6.com menyediakan informasi yang detail dan menarik yang kamu butuhkan. Informasi yang disajikan lengkap dan juga menambah banyak wawasan kamu tentang ragam kuliner Indonesia.
Selamat menikamti kuliner Indonesia yang tesebar di seluruh nusantara hingga ke pelosoknya. Banggalah dengan kuliner asli Indonesia yang tidak kalah dengan manca negara.
Penulis:
Heny Sulistiyani
Pemenang Blog Competition Kuliner Nusantara Liputan6.com