Alasan Tenaga Honorer Harus Ikuti Tes buat Jadi PNS

25 persen dari total aparatur sipil negara (ASN) yang ada sekarang ini diangkat tanpa melalui proses sehingga berdampak terhadap kualitas SDM ASN.

oleh Merdeka.com diperbarui 21 Sep 2018, 18:50 WIB
Sejumlah Guru honorer Kategori 2 ( HK2 ) berkumpul di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (23/7). Forum Honorer K2 tersebut berdatangan dari seluruh pelosok Indonesia untuk menyuarakan aspirasinya. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Syafruddin, mengatakan pemerintah sungguh serius dalam memerhatikan nasib tenaga honorer.

Meskipun demikian, dia menegaskan pemerintah tidak lagi melakukan pengangkatan tenaga honorer tanpa melalui tes. Sebab akan berpengaruh pada kualitas aparatur sipil negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia.

Dia mengatakan, 25 persen dari total ASN (Aparatur Sipil Negara) yang ada sekarang ini diangkat tanpa melalui proses tes. Hal tersebut berdampak pada peringkat kualitas SDM ASN Indonesia.

"Medio 2005 sampai 2012, dan ujungnya 2014. Itu honorer diangkat oleh negara 1,1 juta orang. Jumlah ASN kita 4,3 juta. Jadi 25 ASN kita sekarang ini diangkat tanpa tes," ujar dia dalam Konferensi Pers, di Kantor KSP, Jakarta, Jumat (21/9/2018).

"Konsekuensinya penilaian oleh badan dunia yang akan diumumkan bulan depan, kata Menkeu tadi, adalah grade Indonesia itu tidak begitu menggembirakan. Grade kualitas SDM, kualitas ASN," lanjut dia.

Atas dasar itulah, meskipun saat ini kebutuhan ASN sangat besar, pemerintah akan tetap melakukan tes sehingga didapat ASN Indonesia yang berkualitas.

"Walau kebutuhan besar terhadap asn terutama guru dan tenaga kesehatan 112 ribu dan 60 ribu tenaga kesehatan kenapa melalui tes di samping berdasarkan UU Nomor 5/2014 juga kita mau merekrut kualitas sumber daya manusia," tegas dia.

Selain itu, era teknologi yang kian berkembang juga menuntut insan PNS yang betul-betul cakap dalam pemanfaatan teknologi terkini.

"Kenapa SDM kita, kita perlu pacu karena situasi global yang menginginkan itu teknologi yang canggih sumber daya manusia yang mengawakinya masih belakang," ujar dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com


PPPK Juga Layak Jadi PNS

Pengurusan kenaikan pangkat dan pensiun secara online dapat dapat meminimlisir terjadinya praktek pungutan liar.

Sebelumnya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengemukakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) juga berhak diangkat sebagai Pegawai Sipil Negara (PNS).

Wakil Ketua KASN Irham Dilmy berpendapat, proses rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk menjadi ASN seperti yang akan diumumkan 19 September besok bukanlah satu-satunya cara untuk menarik pegawai negeri dengan kualitas terbaik.

"Bisa juga dengan merekrut atau mengangkat PPPK di level menengah dan atas, bukan hanya semata-mata entry-level graduates golongan III A," ungkap dia kepada Liputan6.com, Selasa 18 September 2018.

Berdasarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan Seleksi CPNS Tahun 2018, pemerintah membuka formasi khusus pada CPNS 2018 dengan beberapa kriteria. Antara lain bagi putra putri lulusan terbaik berpredikat cumlaude, penyandang disabilitas, putra putri Papua dan Papua Barat, Diaspora, Olahragawan/Olahragawati berprestasi internasional, serta tenaga pendidik dan tenaga kesehatan bekas Tenaga Honorer Kategori II (THK II).

Syarat lainnya, yakni perihal batas usia menjadi CPNS yang terlampir dalam Ayat (1) Pasal 23 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017, dengan kriteria paling rendah untuk calon pelamar adalah 18 tahun, dan paling tinggi 35 tahun pada saat melamar.

Menanggapi aturan tersebut, Irham mengatakan, pemerintah semestinya tidak membatasi usia maksimal seorang WNI untuk bisa mengikuti tahap seleksi CPNS.

"Ini pandangan saya pribadi. Usia maksimal 35 tahun harus dihapuskan agar kebutuhan atas SDM (Sumber Daya Manusia) yang sesungguhnya akan bisa diperoleh," ujar dia.

Selain itu, ia menambahkan, diaspora atau Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri juga berhak ditarik menjadi Aparatur Sipil Negara terbaru agar bisa menerapkan pengalaman yang didapatnya.

"Orang-orang yang sudah berpengalaman dari sektor swasta bisa direkrut seperti di Singapura. Mereka-mereka ini diharapkan akan bisa mengubah budaya kerja yang kuno," tuturnya.

Adapun khusus untuk formasi Diaspora dalam penerimaan CPNS kali ini, Peraturan Menteri PANRB menyebutkan, WNI yang menetap di luar Indonesia dan masih memiliki paspor Indonesia serta bekerja sebagai tenaga profesional di bidangnya dapat mengikuti proses seleksi.

Terkait batas usia, maksimal usia pelamar dengan kualifikasi pendidikan Strata 1 (S1) dan S2 adalah 35 tahun. Sementara diaspora dengan latar belakang pendidikan S3 batas usianya adalah 40 tahun.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya