Liputan6.com, Beijing - Ketegangan antara China dan Amerika Serikat dilaporkan kembali meningkat pada Sabtu, 22 September.
Hal itu menyusul pemanggilan Duta Besar AS Terry Branstad oleh Kementerian Luar Negeri China untuk menyampaikan protes keras atas sanksi AS terkait pembelian pesawat tempur dan misil darat ke udara Rusia, demikian sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Minggu (23/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Langkah ini terjadi beberapa jam setelah China membatalkan pembicaraan perdagangan dengan AS menyusul pemberlakukan tarif impor baru terhadap barang-barang produksi Negeri Tirai Bambu.
Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan yang diunggah di situs web resminya mengatakan, "Ini merupakan pelanggaran serius dari prinsip-prinsip mendasar hukum internasional dan sebuah tindak hegemoni."
Kemlu China juga menyatakan, “kerja sama militer China-Rusia adalah kerja sama normal antara dua negara berdaulat dan AS tidak punya hak untuk campur tangan, karena itu merusak hubungan yang telah terjalin dengan serius".
Simak video pilihan berikut:
China Telah Serukan Penghentian Sanksi
China sebelumnya menyerukan agar Amerika Serikat membatalkan sanksi itu, di mana pada Jumat, 21 September, juru bicara Kemlu China, Geng Shuang, mengatakan kepada para wartawan bahwa Beijing telah mengirim sebuah protes resmi kepada Washington.
Pembelian senjata dari eksportir Rusia Rosoborn Export melanggar sanksi 2017 kepada pemerintahan Presiden Vladimir Putin karena dugaan campur tangan dalam Pemilu AS 2016 dan kegiatan lainnya.
Tindakan sanksi AS telah mengakibatkan larangan penerbitan visa untuk Kementerian Pengembangan Peralatan China.
Sebagai balasan, direktur kementerian tersebut, Li Shangfu, melarang transaksi yang menggunakan sistem finansial AS, dan memblokir semua properti dan kepentingan yang melibatkan China dengan yuridiksi Negeri Paman Sam.
Advertisement