Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengakui bahwa produksi metanol dalam negeri masih sangat minim. Hal ini berbanding terbalik dengan perkiraan kebutuhan dalam negeri.
Dia mengatakan, kebutuhan metanol di Indonesia pada tahun 2021 diprediksi mencapai 871 ribu ton per tahun sedangkan produsen satu-satunya saat ini di Indonesia adalah PT Kaltim Methanol Indonesia baru mampu mensuplai 330 ribu ton kebutuhan domestik.
Karena itu, pihaknya terus mendorong upaya pengembangan industri dan kawasan industri Petrokimia di Indonesia. Salah satunya di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Baca Juga
Advertisement
"Masuknya proyek Pengembangan Kawasan Industri Teluk Bintuni sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional pemerintah berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan pusat-pusat ekonomi baru, khususnya di Kawasan Timur Indonesia dan pulau-pulau terluar, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan ketahanan nasional," kata dia, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Selain mengenai kebutuhan dalam negeri, pengembangan industri petrokimia pun mempertimbangkan potensi metanol untuk dijadikan sebagai produk turunan seperti Polietilen/Polipropilen, Dimetil Eter (DME), MTBE dan lain-lain.
Pabrik petrokimia yang akan berada di Kawasan Industri Teluk Bintuni nantinya akan menjadi salah satu sumber penghasilan Kawasan Industri dan menjadi anchor pertumbuhan pabrik-pabrik downstream lainnya.
"Oleh karena itu, pemilihan pabrik yang akan menjadi anchor ini menjadi penting," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenperin Tawarkan Kawasan Industri Petrokimia Teluk Bintuni kepada Investor
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) resmi memperkenalkan sekaligus menawarkan kepada investor pengembangan Kawasan IndustriPetrokimia, di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengatakan Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai prospek yang besar untuk berkembang sebagai wilayah industri karena memiliki sumber daya alam yang besar.
"Wilayah Teluk Bintuni diperkirakan memiliki cadangan gas bumi sebesar 23,7 triliun kaki kubik (TCF). Pemerintah perlu memastikan pemanfaatan gas bumi tersebut diutamakan kepada pemenuhan kebutuhan domestik agar dapat menggerakan ekonomi di dalam negeri," kata dia dalam acara 'Market Sounding Pengembangan Kawasan Industri Petrokimia Teluk Bintuni', di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (24/9/2018).
BACA JUGA
Dia menjelaskan, pada pengembangan awal, 50 hektar dari total 200 hektar lahan yang akan dibebaskan, dipergunakan untuk mengembangkan Anchor Industry dengan dukungan komitmen ketersediaan gas oleh BP Tangguh Tahap I sebesar 90 MMSCFD di tahun 2021 dan Tahap II sebesar 90 MMSCFD di tahun 2026 dengan jangka waktu masing-masing 20 tahun.
"Sisa cadangan lahan digunakan untuk tahap III sebesar 176 MMSCFD dari Genting dan potensi industri lain yang bisa dikembangkan," jelas dia.
Lokasi Kawasan Industri Petrokimia direncanakan dibangun di Kampung Onar Baru, Distrik Sumuri, Teluk Bintuni. "Kami mengapresiasi pemerintah daerah yang telah membantu mensosialisasi kepada masyarakat adat di Distrik Sumuri sehingga kita mendapat dukungan penuh untuk mewujudkan pengembangan industri di Teluk Bintuni," kata dia.
Pemerintah berharap Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni akan berkembang seperti kawasan industri petrokimia yang sudah berkembang pesat saat ini.
"Sebagai contoh, kawasan industri petrokimia di Bontang, Kalimantan Timur, yang merupakan klaster industri petrokimia pertama yang sudah berjalan lebih dari 30 tahun," ujar dia.
Advertisement