Cerita Mbah Usrek, Generasi Terakhir Penganyam Besek Bambu Asal Kediri

Di depan rumah nenek ini, terlihat beberapa potongan bambu berukuran sekitar satu meter.

Oleh TimesIndonesia.co.id diperbarui 25 Sep 2018, 07:01 WIB
Mbah Usrek dan Mbah Towir, pasutri generasi terakhir penganyam besek bambu sedang membuat besek. (Pendim Kediri for TIMES Indonesia)

Kediri - Saat ini, kita sudah jarang melihat langsung anyaman wadah yang terbuat dari bambu. Dalam bahasa Jawa namanya besek. Pembuatannya biasa dilakukan secara manual dan dikerjakan oleh nenek-nenek. Namanya, Mbah Usrek yang diketahui sebagai generasi terakhir penganyam besek bambu.

Namun, pemandangan langka ini ternyata ada di Desa Blimbing, ketika tim Kodim Kediri meninjau lokasi TMMD yang terdiri dari Dandim Kediri Letkol Kav Dwi Agung Sutrisno, Danramil Mojo Kapten Arm Sugito, Pasi Ter Kodim Kediri Kapten Inf Warsito, serta Kepala Desa Blimbing Djoeari pada Minggu, 23 September 2018.

Rombongan secara tidak sengaja menemukan warga yang menjalani pekerjaan tersebut. Orang itu adalah Mbah Usrek, nenek yang tidak jelas berapa usia pastinya ini.

Pantauan Times Indonesia, rumah pasangan tersebut terletak berdampingan dengan areal perbukitan yang cukup curam. Kendaraan roda dua, apalagi roda empat, tidak dapat menjangkau rumah tersebut. Hanya dengan jalan kaki sejauh sekitar 100 meter dari jalan utama desa, barulah bisa terlihat wujud rumah dari Mbah Usrek ini.

Yang lebih mengejutkan lagi, di depan rumah nenek ini, terlihat beberapa potongan bambu berukuran sekitar satu meter. Tidak jauh dari bambu itu, ada helaian bambu tipis yang terukur. Helaian bambu inilah yang menjadi bahan utama pembuatan wadah atau besek.

Berdasarkan penuturan Mbah Usrek, diketahui harga sebuah besek yang dijualnya cuma Rp 5.000. Harga ini jauh lebih murah ketimbang harga pasaran yang mencapai Rp 8.000 hingga Rp 12.000.

 

Baca berita menarik lainnya dari Times Indonesia di sini.

 


Kualitas Besek Bambu Mbah Usrek

Mbah Usrek dan Mbah Towir, pasutri generasi terakhir penganyam besek bambu sedang membuat besek. (Pendim Kediri for TIMES Indonesia)

Besek-besek ini nantinya akan dijual ke Pasar Mojo, dan tentunya hasil keuntungan yang didapat Mbah Usrek inilah menjadi dapurnya tetap terisi makanan sehari-hari.

Modal yang dikeluarkan Mbah Usrek tidaklah besar. Cuma Rp 10 ribu per lonjor bambu. Setiap lonjor bambu itu menghasilkan 15 hingga 20 besek, tergantung besar kecil ukurannya.

Modal yang tidak besar dan keuntungan yang juga tidak besar, selalu disyukuri pasangan suami istri lanjut usia ini.

Konon, berdasarkan info Kepala Desa Blimbing, anyaman bambu yang dikerjakan secara manual oleh Mbah Usrek, adalah satu-satunya yang ada di Desa Blimbing dan berstatus sebagai generasi terakhir. Anyaman Mbah Usrek tak kalah rapi dan bagusnya bila dibanding besek-besek yang mahal. Kerapatan anyaman benar-benar terlihat.

Pasangan suami istri lanjut usia, Mbah Usrek dan Mbah Towir ini mendapat bonus renovasi RTLH (Rumah Tidak Layak Huni) yang berstatus over prestasi.

Rumah milik Mbah Usrek, generasi terakhir penganyam besek bambu ini didominasi bahan bambu atau gedek dalam bahasa Jawa dan sangat layak masuk dalam program renovasi RTLH. Sesuai rencana, dalam waktu dekat, rumah tersebut bakal dibongkar dan berubah wujud.

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya