Liputan6.com, New York - Boy band asal Korea Selatan, BTS, mencuri perhatian di sela-sela agenda Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada Senin 24 September.
Mereka bukan hadir sebagai penampil, melainkan untuk menyerukan pentingnya generasi muda mempercayai suara hati guna meningkatkan rasa percaya diri.
"Tidak peduli siapa Anda, dari mana Anda berasal, warna kulit Anda, identitas gender Anda, berbicaralah pada sendiri, temukan kekuatan yang sesungguhnya di diri Anda," ujar leader BTS, Kim Nam-jun, dalam peluncuran kampanye pemuda UNICEF, sebagaimana dikutip dari Asia One, Selasa (25/9/2018).
Dijuluki "Generasi Tidak Terbatas", kampanye terbaru UNICEF ini bertujuan mempromosikan semangat pendidikan, pelatihan, dan pekerjaan bagi kelompok usia muda, yang berbasis pada kepercayaan diri.
Dengan mengenakan setelan jas resmi, seluruh personel BTS bergabung dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Presiden Bank Dunia Jim Yong-kim, dan Presiden Rwanda Paul Kagame dalam peluncuran kampanye tersebut. Rekaman video ini seketika masuk ke dalam 20 besar topik terkini di situs populer berbagi video.
Baca Juga
Advertisement
Kim Nam-jun, yang juga menyebut dirinya RM, berbicara tentang tumbuh besar di kota kecil Ilsan di Korea Selatan, membayangkan sebagai seorang pahlawan super ketika faktanya ia "hanya bocah lelaki normal".
Keraguan diri tersebut diakuinya, muncul pada usia sembilan atau 10 tahun.
"Saya pikir saat itulah muncul kekhawatiran tentang apa yang dipikirkan orang lain tentang saya, dan mulai memasukkan diri ke dalam cetakan yang dibuat orang lain. Padahal jelas itu bukan saya yang sebenarnya," ujar Kim.
Penyanyi utama boy band terpopuler di dunia itu mengatakan ada saat-saat ketika dia ingin berhenti bermusik, tetapi dia mengatasi rasa tidak amannya dengan mendengarkan "suara kecil yang mengatakan, bangun, dan dengarkan dirimu sendiri".
"Saya memiliki banyak kesalahan dan saya memiliki lebih banyak ketakutan, tetapi saya akan merangkul diri saya sekuat yang saya bisa, dan saya mulai mencintai diri sendiri," dia melanjutkan.
Di antara ekspor musikal Korea Selatan yang paling terkenal dan paling menguntungkan, BTS membuat sejarah musik tahun ini dengan menjadi grup K-Pop pertama di puncak tangga lagu Billboard 200.
"BTS telah menjadi artis yang tampil di stadion besar dan menjual jutaan rekaman lagu, tapi saya masih seorang pria 24 tahun yang biasa," kata Kim Nam-jun merendah.
"Kami telah belajar untuk mencintai diri sendiri, jadi sekarang saya mendorong Anda untuk 'berbicara dengan diri sendiri', percaya bahwa Anda bisa," seru Kim.
BTS membawa tur "Love Yourself" ke New York untuk serangkaian konser termasuk pertunjukan di stadion AS untuk pertama kalinya.
Simak video pilihan berikut:
Pendidikan HAM untuk Pembelot Korea Utara
Di lain pihak, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea Selatan, mengatakan pada Jumat 21 September, bahwa mereka telah meminta Kementerian Unifikasi Korsel untuk memperkuat pendidikan terkait hak asasi manusia bagi para pembelot Korea Utara.
Kementerian Unifikasi diminta untuk membentuk program pendidikan hak asasi manusia di Hana Center, pusat pelatihan dan asimilasi yang dikelola negara untuk mantan warga Korea Utara yang melarikan diri ke Korea Selatan. Demikian seperti dikutip dari Yonhap News Agency.
Komnas HAM Korea Selatan juga mengatakan telah mengambil langkah-langkah untuk membantu pembelot Korea Utara lebih mengenali hak mereka dalam lingkungan sosial yang berubah, serta secara aktif mengatasi diskriminasi.
Inisiasi itu juga menyerukan bahan ajar baru yang berisi panduan tentang hak asasi manusia mendasar, standar HAM internasional dan cara-cara untuk menanggapi pelanggaran hak asasi dan diskriminasi.
Menurut survei Komnas HAM Korea Selatan, dari 480 pembelot pada 2016, sebanyak 82,1 persen mengatakan mereka tidak pernah menerima pendidikan hak asasi manusia di Korea Utara.
Selain itu, 74,4 persen mengatakan mereka belum pernah mendengar istilah "hak asasi manusia" selama mereka hidup di negara beribu kota Pyongyang itu.
Di Korea Selatan, 45,4 persen dari para pembelot mengalami diskriminasi karena asal mereka, menurut data Komnas HAM Korsel.
Lembaga itu menambahkan bahwa 25,7 persen dari para pembelot Korea Utara didiskriminasikan karena latar belakang akademik mereka.
Komnas HAM Korsel juga mencatat, dari total pembelot yang menjalani program pelatihan dan asimilasi di Hana Center, hanya 43,8 persen dari mereka yang menerima pendidikan tentang hak asasi manusia.
Advertisement