Liputan6.com, Jakarta - Data pangan selalu menjadi perdebatan. Antara kementerian dan lembaga memiliki data yang berbeda-beda, mulai dari data produksi, konsumsi dan lainnya. Pihak swasta yaitu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bahkan sampai ingin terlibat dengan merekomendasi data beras kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada bulan depan.
Namun, anggapan bahwa terjadi carut marut data di sektor pangan tersebut dibantah oleh Kementerian Pertanian. Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, data pangan hanya merujuk pada satu instansi yaitu yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Soal usulan Kadin ini tupoksinya sudah jelas. Kami merujuk ke BPS. Intinya pemerintah ini dari BPS," tuturnya di Gedung Kementan, Selasa (25/9/2018).
Baca Juga
Advertisement
Seperti diketahui, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani berujar, perlunya satu data yang dijadikan rujukan agar terdapat kejelasan mengenai stok beras RI.
Meski begitu, Amran menjelaskan, data pangan tidak terpaku pada beras semata, ada pangan lain yang turut tak kalah penting untuk diperhatikan.
"Bulog ini jangan hanya beras saja, ada juga 460 item lainya yang harus kita jaga selama 24 jam. Cabai saja ada 5 jenis," ujarnya.
Amran menambahkan, Kementan akan terus berupaya menggenjot transaksi ekspor RI. Ini dilakukanya dalam rangka mendukung para petani dalam negeri.
"Makanya teman-teman pengusaha importir tolong beli bawang saudara petani. Petani kita sudah susah berpayah tanam, hargailah," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Akhiri Polemik Impor Beras, Ini Usul DPR
Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Budi Waseso (Buwas) dengan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita angkat bicara mengenai kebijakan beras.
Bulog menilai Pemerintah seharusnya tidak harus impor mengingat gudang-gudang Bulog saat ini penuh akan stok beras. Bahkan Bulog sampai harus menyewa gudang milik TNI karena kelebihan stok.
Hal ini dianggap Mendag bukan urusannya dan dia berhak untuk mengeluarkan izin kuota impor beras dengan berbagai pertimbangan.
BACA JUGA
Menanggapi hal ini, anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menilai sebenarnya akar permasalahannya adalah soal data. Dia mengusulkan pemerintah seharusnya berpegang pada data produksi pangan Badan Pusat Statistik (BPS), bukan data Kementerian Pertanian (Kementan). Karena data Kementan bersifat interal.
"Yang harusnya jadi pegangan data produksi pangan harusnya data BPS, bukan data Kementan. Karena itu hanya data internal, sehingga kurang tepat kalau Pak Darmin mengkambinghitamkan data Kementan," kata Andi, Sabtu (22/9/2018).
Dia menuturkan, dalam hal pengambilan kebijakan, Pemerintah seharusnya berpegang pada Data BPS. Jika pemerintah membutuhkan data pembanding, baru bisa menggunakan data stok Bulog.
Karena stok beras ada di gudang-gudang Bulog. Andi menambahkan, persoalannya kemudian adalah, sejak tahun 2016 pemerintah tidak lagi memiliki data pangan resmi. Sejak itu BPS tidak mengeluarkan data produksi beras, melainkan hanya data ekspor dan impor beras.
Namun saat ini, atas permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), BPS tengah menyiapkan metode penelitian yang baru, terkait data pangan BPS yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
"Untuk sementara BPS tidak merilis data pangan. Menunggu hasil metode baru untuk pengukuran luas panen komoditas padi," tambah Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Habibullah.
Menurut kabar, BPS akan merilis data pangan dengan metode baru pada Oktober 2018. Molor dari rencana sebelumnya pada Agustus lalu. Data itu menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA), bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Advertisement