Ngopi Pagi di Pantai Meulaboh dan Filosofi Gaya Gelas Terbalik

Berbeda dengan penyajian kopi pada umumnya, di tanah Teuku Umar ini terdapat kopi yang disajikan dengan gelas terbalik.

oleh Rino Abonita diperbarui 26 Sep 2018, 06:01 WIB
Ngopi dengan gaya gelas terbalik (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Meulaboh - Aceh dikenal dengan kopinya yang sudah mendunia. Karena itu, belum lengkap rasanya jika berkunjung ke negeri paling ujung di gugusan Pulau Sumatera ini tanpa mencicipi cita rasa kopinya yang khas.

Mengenai tempat, para pengunjung tak perlu kebingungan. Hampir tiap sudut kota yang ada di Aceh terdapat warung kopi. Tiap warung menawarkan pengalaman minum kopi yang berbeda.

Di Aceh Barat, tepatnya di Meulaboh, kita akan ditawarkan pengalaman meminum kopi yang unik, nyentrik, dan tak lazim.

Berbeda dengan penyajian kopi pada umumnya, di tanah Teuku Umar ini terdapat kopi yang disajikan dengan gelas terbalik.

Gelas kopi ditelungkupkan di atas piring bersama sebuah sedotan yang diselipkan di bibir cangkir. Kopi Khop--demikian orang mengenalnya.

Gaya penyajiannya yang unik, menyeruput segelas kopi khas Meulaboh ini tentunya tidak sama dengan meminum kopi pada umumnya.

Terdapat teknik khusus untuk menikmati kupi jenis robusta ini. Bagi yang belum berpengalaman, pasti kerepotan.

"Untuk meminumnya, pipet yang diselip itu harus ditiup-tiup agar air kopinya keluar sedikit demi sedikit ke piring. Baru dinikmati. Nah, waktu ditiup, angkat sedikit gelasnya, ya. Minumnya bisa lewat pipet atau langsung lewat piringnya," ujar Abu (45), pemilik salah satu kafe, di pinggiran pantai Suak Ribee, Meulaboh, Selasa, 25 September 2018.

Jika tidak berhati-hati, saat mengangkat gelas, air kopi akan merembes bersama ampas kopi yang ada dalam gelas. Jika sudah begini, piring kita hanya akan dipenuhi ampas kopi tersebut.

Ampas kopi saat menyajikan Kupi Khop sengaja tidak dibuang untuk menjaga cita rasanya yang memang khas robusta.

Kendati Kopi Khop menjadi ikon di Meulaboh, tapi tidak semua warung menyediakan kopi jenis ini. Kopi Khop lebih banyak disajikan di kafe-kafe yang ada di pesisir pantai Aceh Barat.


Kopi Khop, Filosofi dan Sejarahnya

Pembuat kopi tradisional menampi biji kopi usai ditumbuk di Desa Lamglumpang, Aceh Besar, Aceh, Senin (21/2). Kopi olahan tradisional sangat digemari konsumen.(Antara)

Menurut salah seorang pengunjung, Bima (25), Kopi Khop identik dengan minuman pelaut, makanya banyak ditemukan di kafe atau warung kopi di pinggir pantai.

Selain itu, penyajiannya yang tak lazim memiliki filosofi tersendiri. Gelas tertelungkup itu menjadi simbol Kupiah Meukeutop, topi khas Aceh, yang dikenakan oleh Teuku Umar, salah seorang pejuang masa kolonial yang ikonik asal Meulaboh.

Konon, bagi orang Meulaboh, meminum kopi memiliki nilai sejarah yang melekat pada budaya minum kopi itu sendiri.

"Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keudee Meulaboh atawa ulon akan syahid," demikian kata-kata ikonis Teuku Umar sebelum ia syahid di tangan Belanda.

Kalimat yang juga akan kita temukan tertulis di beberapa warung kopi yang ada di Meulaboh ini memiliki arti 'besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau aku akan mati syahid'.

Kalimat tersebut merupakan kebanggaan tersendiri. Kenapa? Bagi mereka, minum kopi berarti melestarikan budaya endatu (nenek moyang).

Untuk menikmati segelas Kopi Khop tak perlu merogoh kantong dalam-dalam. Segelas Kopi Khop panas biasa dihargai Rp 5 ribu rupiah. Plus susu Rp 8 ribu, dan plus susu disajikan dingin Rp10 ribu.

Selain pengalaman minum kopi yang unik, pengunjung juga dapat menikmati suasana embusan angin laut nan sepoi-sepoi saat menikmati Kopi Khop.

Masalah waktu, kebanyakan kafe-kafe yang menyediakan Kopi Khop di pesisir pantai Aceh Barat buka sejak pukul 10.00 WIB hingga menjelang Magrib saja.

Para pengunjung banyak yang bertahan berlama-lama di kafe-kafe tersebut dari tengah hari hingga petang demi menangkap wajah matahari tenggelam. Anda tertarik?

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya