Liputan6.com, Paris - Seorang pria di Paris, Prancis, harus mendekam di penjara selama tiga bulan. Pengadilan memutuskan bahwa pria itu bersalah atas tuduhan pelecehan seksual terhadap seorang wanita.
Lelaki tersebut terbukti bersalah karena dengan sengaja memukul bokong perempuan itu di dalam bus. Selain itu, pelaku yang terjerat Undang-Undang Anti-Pelecehan juga didenda, sebab ia berkata cabul tentang fisik korban.
Tersangka yang berusia sekitar 30-an dilaporkan sedang dalam kondisi mabuk, ketika naik bus yang beroperasi selama jam sibuk. Di transportasi umum ini, dia tiba-tiba memukul bokong wanita berumur 21 tahun dan menghina bentuk payudaranya.
Baca Juga
Advertisement
Suasana tegang sempat terjadi setelah korban adu mulut dengan tersangka. Terlebih, sopir bus juga menghentikan laju kendaraan dan mengunci pintu untuk menahannya kabur dari dalam bus. Polisi kemudian dihubungi untuk meringkus pelaku.
Ia pun mendapat pujian dari Menteri Kesetaraan Gender Prancis, Marlene Schiappa, melalui Twitter.
"Hukuman pertama untuk penghinaan seksis! Selamat atas respons pengemudi bus dan penerapan sanksi. Bersama, kita mengakhiri kejahatan seksis dan seksual. #nerienlearn #lawschiappa @NBelloubet @gerardcollomb @ALouisDeputee13 @LaetitiaAvia," tulisnya seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (26/9/2018).
Seorang hakim di Evry, selatan Paris, memvonis pria itu, hukuman penjara tiga bulan penjara karena melakukan tindakan agresi seksual langsung. Hakim pun menambahkan denda 300 euro (Rp 5,2 juta) atas ucapannya yang tak pantas.
Para pejabat menegaskan, keputusan hakim itu merupakan hukuman dan denda yang pertama diberlakukan setelah Prancis mengesahkan Undang-Undang Anti-Pelecehan. Aturan ini ditetapkan untuk mengurangi angka kriminal terkait pelecehan yang umum terjadi di negara tersebut.
Secara global, menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), satu dari tiga wanita dewasa dan gadis remaja mengalami kekerasan fisik atau seksual. Di Prancis, survei terbaru menunjukkan 53 persen kaum Hawa mengaku pernah mengalami pelecehan seksual atau penyerangan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Jangan Pernah Menggoda Wanita di Tempat Umum di Prancis
Pemerintah menerapkan hukuman itu setelah pada Juli 2018, sebuah cuplikan video menghebohkan warga Paris. Adegan kekerasan terhadap wanita yang terekam CCTV tersebut memperlihatkan seorang pria menampar perempuan yang digodanya di tempat umum.
Perempuan tersebut kemudian diketahui bernama Marie Laguerre, mahasiswi berusia 22 tahun.
Sore itu, dia sedang berjalan menuju rumahnya. Saat melewati sebuah kafe dengan konsep tempat duduk di luar, tiba-tiba lelaki tadi menggoda dan "memanggilnya".
Awalnya, Marie mengabaikan "panggilan" itu dan terus berjalan, namun tiba-tiba dia berbalik arah dan menghampiri laki-laki tersebut. Ketika Marie sudah berada tepat di hadapan "si penggoda", dia justru menerima tamparan di wajah.
Beberapa pengunjung kafe sontak mengambil sikap untuk menolong Marie dan menanggapi kelakuan pria itu, tetapi pelaku justru kabur tanpa merasa berdosa.
Marie lalu mengunggah rekaman tersebut ke akun Twitter pribadinya. Dia menulis bahwa dia ditampar oleh pria tak dikenal di tempat umum karena dia tidak terima sudah dilecehkan. Demikian seperti dikutip dari The Washington Post, Sabtu 4 Agustus 2018.
"Aku tidak bisa berdiam diri dan kita tidak boleh membiarkan begitu saja. Karena aku tidak terima dilecehkan, pria ini memukulku di pinggir jalan, di siang bolong, di depan puluhan saksi. Sikapnya tidak bisa diterima. Hentikan pelecehan di tempat umum. #Noustoutes #Metoo #balancetonporc #harcelementderue @MarleneSchiappa," tulis Marie melalui akunnya @may_Igr pada 28 Juli 2018.
Dalam video itu, seorang lelaki yang telah berseru serigala seorang wanita berusia 22 tahun di luar kafe Paris terlihat meninju wajahnya setelah dia secara lisan menolaknya. Seorang tersangka dalam kasus itu ditangkap pada akhir Agustus setelah rekaman itu menjadi viral, dan memicu perburuan polisi.
Namun dalam sebuah wawancara dengan Associated Press, Marie menyatakan bahwa undang-undang baru itu "hampir seperti lelucon" dan tidak akan cukup untuk mengakhiri perilaku "predator" di jalan-jalan Prancis.
"Saya rasa hukum tersebut tidak realistis, karena itu artinya negara ini akan dijaga oleh banyak polisi di setiap sudut jalan," akunya.
Selain itu, beberapa anggota parlemen sependapat dengan komentar Marie, termasuk sejumlah politikus sayap kiri. Ketika masih berupa rancangan, sebagian besar dari mereka tidak melakukan pemungutan suara agar RUU ini gagal sah. Mereka berkilah, sikap tersebut adalah bentuk protes, lantaran RUU dianggap masih belum serius.
Advertisement